fungsi guru

MANAJEMEN KELAS DAN PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN DI KELAS

A.Fungsi Guru Dalam Manajemen Kelas
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas.Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pembelajaran. Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan.
Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai dalam rangka proses pembelajaran. Karena itu maka setiap guru dituntut memiliki kemampuan dalam mengelola kelas.
Usman dalam salah satu bukunya mengemukakan bahwa suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur murid dan sarana pembelajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Di sini, jelas sekali betapa pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya proses belajar-mengajar yang efektif pula.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas betapa pentingnya pengelolaan kelas guna menciptakan suasana kelas yang kondusif demi meningkatkan kualitas pembelajaran. Pengelolaan kelas menjadi tugas dan tanggung jawab guru dengan memberdayakan segala potensi yang ada dalam kelas demi kelangsungan proses pembelajaran. Hal ini berarti setiap guru dituntut secara profesional mengelola kelas sehingga tercipta suasana kelas yang kondusif mulai dari awal hingga akhir pembelajaran. Penciptaan suasana kelas yang kondusif guna menunjang proses pembelajaran yang optimal menuntut kemampuan guru untuk mengetahui, memahami, memilih, dan menerapkan pendekatan yang dinilai efektif menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam menunjang proses pembelajaran yang optimal.
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat di sebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus,apalagi sebagai guru yang professional harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbgai ilmu pengetahuan lainnya perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan.
Tugas dan peran guru tidaklah terbatasi dalam masyarakat, bahkan guru pada hakekatnya merupakan komponen strategis yang memilih peran penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa.
Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang membangun,terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah lintas perjalanan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamika untuk mengadaptasikan diri.
Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya,semakin terjamin tercipta dan terbinanya kesiapan dan kendala sebagai seorang pembangunan.Dengan kata lain,potret dan wajah diri bangsa dimasa depan tercermin dari potret guru masa kini,dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru ditengah-tengah masyarakat.
Baik di kelas ataupun di sekolah para guru mempunyai peran yang ganda. Dengan julukan tugas guru sebagai pendidik dan pengajar, maka secara rinci mereka mempunyai fungsi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Suharsimi Arikunto sebagai berikut:

A.Guru sebagai Model/Demonstrator
Melalui perannya sebagai demonstrator,Lecturer,atau pengajar, guru handaknya senantiasa mengembangkan dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.Guru sebagai model berfungsi:
 Pemberi keseimbangan
 Pemberi pengalaman
 Pemberi gagasan baru dari pemodelan.
B. Guru sebagai moderator
Menurut aliran baru dalam pendidikan guru diharapkan bukan semata-mata hanya sebagai penyampai materi melainkan lebih sebagai moderator, artinya mereka berfungsi sebagai pengatur jalannya pembicaraan oleh para siswa.
C. Guru sebagai perencana/Pengelola kelas
Dalam perannya sebagai pengelola kelas (Learning Manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi.Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik.Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar,menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa belajar dan belajar,serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.


D.Guru sebagai Mediator dan Fasiliator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakaan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar,baik yang berupa nara sumber, buku, teks, majalah ataupun surat kabar. maksudnya memberikan kemudahan dan sarana bagi siswa agar lebih aktif untuk belajar sesuai kadar kemampuan mereka
Guru sebagai fasilitator:
 Yang merespon siswa
 Yang suka mendengar dan bertanya kepada siswa
 Yng menginginkan siswa belaajaar mencapai tujuan sesuai hrapan siswa.
E.Guru sebagai Evaluator
Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar dikatakan berhasil dan guru mampu mengoreksi selama proses belajar mengajar yang masih perlu untuk diperbaiki atau dipertahankan.
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik harus mampu bertindak secara profesional. Profesional maksudnya guru harus mengikuti peraturan yang telah tertulis dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab IX pasal 39 ayat 2 yaitu
1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya.
3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
4) mematuhi kode etik profesi.
5) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.
8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
9) memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.
Di samping sembilan hal tersebut, Guru profesional idealnya juga harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga harus memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Ciri-ciri keprofesionalan guru tersebut dapat dilihat dari 10 ciri guru profesional berikut ini.
1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.
2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.
5. Bisa berkomunikasi dengan baik kepada orang tua siswa
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.
6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.
7. Pengetahuan tentang kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.
9. Selalu memberikan yang terbaik untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.


10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya
B. Kegiatan/kehidupan guru di dalam manajemen kelas
Kelas merupakan wahana paling dominan bagi terselenggaranya proses pembelajaran bagi peserta didik di sekolah. Kedudukan kelas yang begitu penting mengisyaratkan bahwa tenaga kependidikan yang profesional yang dikehendaki, terutama guru, harus profesional dalam mengelola kelas bagi terselenggaranya proses pendidikan dan pembelajaran yang efektif dan efisien.(Sudarwan Danim, 2002:161). Kelas adalah "kekuasaan" terbesar guru. Maksudnya, entah ia seorang guru kelas atau guru mata pelajaran, ia mempunyai kekuasaan amat besar untuk mengelola kelasnya.(JC. Tukiman Taruna, 2002). Dalam proses penyelenggaraan pendidikan peranan guru sangat menentukan, seorang guru yang telah merencanakan proses pembelajaran di kelas, dituntut mampu mengenal, memahami, dan memberikan kesempatan untuk mengembangkan minat dan potensi anak didiknya agar mereka tidak merasakan pemaksaan selama pembelajaran berlangsung, oleh sebab itu guru di dalam kelas adalah seorang manajer yang mempunyai tugas dan tanggung jawab menciptakan, mengatur, dan mengelola kelas secara efektif dan menyenangkan. Berhasil tidaknya pembaruan dalam pendidikan, entah di tingkat nasional maupun lokal, sangat bergantung pada interpretasi para guru terhadap kebijakan pembaruan tersebut dalam pertemuan mereka dengan siswa di dalam kelas. Pembaruan kurikulum di tingkat nasional, misalnya tidak akan efektif jika para guru tidak pernah menerapkannya didalam kelas.
Hampir seluruh hasil survai mengenai keefektifan guru (teacher effectiveness) melaporkan bahwa keterampilan manajemen kelas (classroom management skills) menduduki posisi primer dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran yang diukur dari efektifitas proses belajar siswa atau peringkat yang dicapainya. Dengan demikian keterampilan manajemen kelas sangat krusial dan fundamental dalam mendukung proses pembelajaran. Guru-guru yang rendah keterampilannya dalam bidang manajemen kelas, barangkali tidak dapat menyelesaikan banyak hal yang menjadI tugas pokoknya. (DaniM2002:190).
Sesuai dengan perkembangan tuntutan kebutuhan manusia, para orang tua dalam situasi tertentu atau sehubungan dengan bidang kajian tertentu tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pendidikan anaknya, maka mereka melimpahkannya kepada orang lain yakni para guru, namun bukan berarti melepaskan tanggung jawab mereka selamanya. Para orang tua tetap bertanggung jawab untuk yang pertama dan terakhir dalam pendidikan putra-putrinya, untuk tetap beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., berakhlak mulia dan membimbingnya untuk mencapai kematangan berpikir. Para guru yang menerima amanat dari orang tua, yang meliputi guru madrasah atau sekolah mulai dari tingkat TK sampai ke perguruan tinggi, bukan hanya penerima amanat dari orang tua untuk mendidik anaknya, melainkan juga dari setiap masyarakat yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya.
predikat guru yang melekat pada seseorang didasarkan amanat yang diserahkan orang lain kepadanya. Tanpa amanat itu, seseorang tidak akan disebut guru, atau dengan kata lain eksistensinya sebagai seorang guru tergantung pada amanat orang lain.
Tidak semua orang bisa melaksanakan tugas sebagai seorang guru, karena tugas tersebut menurut banyak hal dan persyaratan, baik itu profesional, biologis, psikologis maupun paedagogis-didaktis.
Menurut al-Ghazali, ada beberapa hal/sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik atau guru yakni :
1. Guru hendaknya memandang murid seperti anaknya sendiri, menyayangi dan memperlakukan mereka seperti layaknya anak sendiri.
2. Dalam menjalankan tugasnya, guru hendaknya tidak mengharapkan upah atau pujian, tapi hendaknya mengharapkan keridhaan Allah Swt. dan berorientasi mendekatkan diri kepada-Nya.
3. Guru hendaknya memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasehat dan bimbingan kepada murid bahwa tujuan menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk memperoleh kedudukan atau kebanggaan duniawi.
4. Terhadap murid yang bertingkah laku buruk, hendaknya guru menegurnya sebisa mungkin dengan cara menyindir dan penuh kasih sayang, bukan dengan terus terang dan mencela.
5. Hendaknya guru tidak fanatik terhadap bidang studi yang diasuhnya, lalu mencela bidang studi yang diasuh guru lain.
6. Hendaknya guru memperhatikan fase perkembangan berpikir murid agar dapat menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berpikir murid.
7. Hendaknya guru memperhatikan murid yang lemah dengan memberinya pelajaran yang mudah dan jelas, serta tidak menghantuinya dengan hal-hal yang serba sulit yang dapat membuatnya kehilangan kecintaan terhadap pelajaran.
8. Hendaknya guru mengamalkan ilmu, dan tidak sebaliknya perbuatannya bertentangan dengan ilmu yang diajarkannya kepada murid.
Berdasarkan komentar di atas, maka ada yang menggejala yang dilakukan siswa di dalam kelas terhadap guru, barangkali siswa akan merasa tenteram dan tenang dalam menghadapi gurunya seperti menghadapi orang tuanya sendiri, namun tidak sedikit yang terjadi sebaliknya. Semua itu tergantung dari bagaimana guru mampu membaca dan memenej kelas yang ada dengan baik.
Siswa/murid merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara flsik maupun psikologis. Menurut Muri Yusuf, sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Teologi Pendidikan, mengartikan peserta didik atau murid itu sebagai raw input (masukan mentah) atau raw material (bahan mentah) dalam proses transformasi yang disebut dengan pendidikan Murid sebagai unsur kelas mempunyai perasaan kebersamaan yang sangat penting bagi terciptanya situasi kelas yang dinamis. Olehnya itu setiap murid harus memiliki perasaan diterima di dalam kelasnya agar mampu ikut serta dalam kegiatan kelas, karena dengan begitu akan menentukan sikap bertanggung jawab terhadap kelas yang secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan mereka masing-masing.
Dalam kaitannya dengan persoalan murid ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh guru di dalam kelas dalam rangka membawa mereka ke arah keberhasilan, yakni:
1. Mengetahui latar belakang siswaDengan mengetahui tentang latar belakang para murid, maka guru akan merasa terbantu dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Namun sangat penting untuk diingat bahwa kegiatan kelas mestinya tidak membuat guru untuk meneliti latar belakang murid untuk mengungkapkan sesuatu yang mereka tidak menyukainya. Sama artinya dengan seorang guru akan marah dan tidak menyukainya, bila ada siswa yang bertanya tentang sesuatu yang sangat prinsipil dan pribadi tentang dirinya. Sebagai seorang guru perlu sekali dan malah seharusnya mempunyai keterangan yang lengkap tentang masing-masing murid yang meliputi:
1. Latar belakang psikologi siswa yang meliputi hasil-hasil tes kecerdasan, tes perasaan, kecakapan dan lain-lain,
2. Latar belakang kemampuan siswa yang meliputi kemajuan dalam mata pelajaran yang akan diberikan dan yang berhubungan dengan itu.
3. Latar belakang kesehatan fisik siswa seperti penglihatan, pendengaran, gejala-gejala penyakit dan lain-lain.
4. Latar belakang siswa tentang pengalaman kerja, partisipasi kegiatan di dalam dan di luar kelas dan menjadi anggota organisasi di luar dan dalam sekolah.
5. Latar belakang tentang perhatian siswa terhadap pendidikan.
6. Latar belakang kehidupan anak di rumah yang meliputi status ekonomi, pendidikan orang tua susunan dalam keluarga, jabatan dan hubungan sosial orang tua di masyarakat.

2. Mengenal minat siswa
Mengenal minat siswa-siswa sangat penting, karena mereka akan merasa senang dengan materi pelajaran yang disampaikan apalagi mated tersebut sangat sesuai dengan minat mereka dan ada hubungannya dengan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka,
3. Sikap Guru di Muka Kelas.
Sering terjadi suasana kelas sangat dipengaruhi oleh sikap guru yang ada di dalam kelas. Kelas menjadi gaduh, kalau guru ragu-ragu, dan kelas menjadi tenang, kalau guru berani bersikap tegas dan bijaksana, Seorang guru yang ada di depan kelas harus selalu menunjukkan sikap gembira dalam melayani para siswanya, harus pandai bersandiwara, mungkin guru dalam posisi susah, tapi janganlah menampakkan sifat itu di depan kelas. Dalam menyikapi para siswa di depan kelas. Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, guru harus
• Berani memandang tiap-tiap murid di matanya.
• Usakanlah murid-murid bekerja sendiri
• Jangan bersikap putus asa.
• Jangan mengejek murid-murid.
• Janganlah memberikan hukuman badan.
• Ciptakanlah suasana kelas yang baik
4. Pembinaan hubungan baik
Pembinaan hubungan baik (report) antara guru dan siswa dalam masalah manajemen kelas adalah hal yang sangat penting.Dengan terciptanya hubungan baik guru-siswa,diharapkan siswa senantiasa gembira,penuh gairah dan semangat,bersikap optimistic,realistic dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukannya serta terbuka terhadap hal-hal yang ada pada dirinya.
Dengan demikian, maka akan tercipta suasana kelas yang baik dan kondusif, para siswa dapat bekerja bersama-sama, saling tolong menolong, mereka akan lebih giat belajar dan merasa seperti sebuah keluarga yang besar dengan bimbingan seorang guru yang bijaksana dan baik. Oleh karena itu, wahai sang guru cintailah para siswa-siswimu seperti anda mencintai putra-putri-mu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Belajar
a. Faktor intern
Faktor ini meliputi:
1). Faktor jasmaniah
Proses belajar seorang siswa akan terganggu jika kesehatan siswa tersebut terganggu.Selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, dan ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan atau kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya.
2). Faktor psikologis
Ada tujuh factor yang tergolong kedalam factor psikologis yang mempengaruhi belajar antara lain:
a). Intelegensi
Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.Siswa yang mempunyai tingkat intelegensi belum tentu berhasil dalam belajarnya.Hal ini disebabkan belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak factor yang mempengaruhinya.Siswa yng memiliki tingkat intelegensi normal dapat berhasil dengan baik dalam belajarnya jika kondisi yang diciptakan mendukung terjaadinya pembelajaran yang efesien dan efektif.
b). Perhatian
Agar tumbuh perhatian sehingga siswa dapat belajar dengan baik, bahan pelajaran harus diusahakan selalu menarik perhatian.Caranya dengan mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya,berkualitas, actual daan mengkaitkan bahan tersebut dengan pelajaran yang lalu,mengemukakan manfaat bagi anak baik dengan pelajaran yang sedang dibicarakan maupun dengan bahan yang akan dating,dan manfaat kelak dimasyarakat.
c). Minat
Jika ada siswa kurang atau tidak berminat terhadap belajar perlu diusahakan cara mebangkitakan minat tersebut.Cara tersebut antara lain ialah dengan menvariasikan media pelajaran, mengembangkan metodepembelajaran, menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa, dan membangkitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita siswa.
d). Bakat
Peserta didik bagaikan sebuah golok, ada bagia yang runcing dan ada bagian yang tumpul (bagian punggung golok).Siswa yang memiliki bakat ibarat bagian golok yang runcing bahan pembelajaran yang dipelajari itu akan cepat dikuasai, sehingga hasil belajarnya pun akan lebih baik sehingga guru tidak bersusah paayaah menjelaskan berkali-kali.Lain halnya terhadaap siswa yang kurang berbakat.Guru harus bersabar dan telaten melayani mereka, yaitu dengan sering dan berulang kali menjelaskan bahan akhirnya siswa tadi diharapkan dapat menguasai bahan yang diajarkan.
e). Motif
Dengan mengetahui latar belakang atau motif siswa belajar, maka guru dapat mengajak para siswa untuk berfikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan serta menunjang belajar.
f). Kematangan
Kematangan merupakn tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang.Agar kematangan yang ada pada diri siswa dapat dikembangkan perlu diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan kematangan tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.Kondisi atau cara itu antara lain ialah dengan pemberian latihan yang terus menerus dan konsisten,pemberian tugas yang bertingkat dan berkesinambungan dari sederhana ke kompleks.
g). Kesiapan
Siswa dikatakan sudah memilki kearsipan apabila pada dirinya ada kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi.Pembelajaran yang diikuti oleh para pesrta didik yang memiliki kesiapan tinggi akan terjadi proses pembelajaran yang optimal dan hasil belajarnya pun akan lebih baik.
3). Faktor kelelahan
Kelelahan baik jasmani ataaupun rohani dapat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar.Oleh karena itu guru harus memberikan pengertian kepada para siswa untuk berusaha menghindari terjadinya kelelahan dalam beelajarnya.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan kedalam beberapa factor yakni:
1). Faktor keluarga
Para siswa yang sedang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa:
a) Cara orang tua mendidik
b) Relasi/hubungan antara anggota keluarga
c) Suasana rumah
d) Keadaan ekonomi keluarga
e) Sikap dan perhatian orang tua
f) Laataar belakang kebudayaan orang tua.
2). Faktor sekolah
Faktor sekolah mempengaruhi belajar meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:
a) Metode mengajar
b) Kurikulum
c) Hubungan guru dengan para siswa
d) Hubungan siswa dengan siswa
e) Disiplain sekolah
f) Perlatan/media pelajaran
g) Waktu sekolah
h) Sarana dan prasarana sekolah
i) Metode belajar siswa
j) Tugas sekolah
3). Faktor masyarakat
Faktor masyarakat ini banyak berkaitan dengan:
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat
b) Mass media yang beredar/ada dalam masyarakat
c) Pengaruh teman bergaul
d) Pola hidup masyarakat
3). Mengajar yang efektif
Mengajar efektif adalah mengajar yang daapaat membawa belajar yang efektif.Untuk dapat mengajar secara efektif guru harus mampu menciptakan iklim belajar yang menunjang terciptanya kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar.Kondisi yang dimaksudkan hanya dapat terjadi apaabila guru mengajar menggunakan prinsip-prinsip mangajar.
Mursel dalam hal ini mengemukakan enam prinsip mengajar yang apabila ke-enam prinsip mengajar itu tidak digunakan/ditempatkan dengan sebaik-baiknya maka iklim belajar yang menunjang terciptanya kondisi bagi terjadinya proses belajar akan dicapai.Prinsip-prinsip tersebut adalah senbagai berikut:


a). konteks
Ciri-ciri konteks yang baik adalah:
 Dapat membuat pelajar menjadi lawan berinteraksi secara dinamis dan kuat
 Terdiri dari pengalaman yang actual dan konkret
 Pengalaman konkret yang dinamis merupakan alat untuk menyusun pengertian, bersiifat sederhana dan pengalaman itu dapat ditiru untuk diulangi
b). Fokus
Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, harus dipilih focus yang memiliki ciri-ciri yang baik,seperti uaraian berikut ini:
1) Memobilisasi tujuan
2) Memberi bentuk dan uniformitas pada belajar
3) Mengorganisasikan belajar sebagai suatu proses eksplorasi dan penemuan focus yang baik harus menimbulkan suatu pertanyaan yang perlu dijawab, suatu soal yang perlu dipecahkan, suatu pengertian yang harus dipahami dan digunakan.
4) Sosialisai
5) Individualisasi
6) Urutan
7) Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa, untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang melekat pada proses belajar itu.Evaluasi merupakan bagian mutlak dari pengajaran sebagai insur integral di dalam organisasi belajar yang wajar.Evaluasi dapat digunakan untuk menilai metode mengajar yang digunakan dan untuk mendapatkan gambaran komperhensif tentang siswa sebagai perseorangan,dan dapat juga membawa siswa pada taraf belajar yang lebih baik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

aplikasi aspek psikologis

APLIKASI ASPEK PSIKOLOGIS OLEH GURU SD DALAM PELAKSANAAN MANAJEMEN KELAS

A. Aspek Psikologis Dalam Manajemen Kelas
Kelas sebagai basis pengajaran di garis depan adalah tempat berlangsungnya interaksi antara guru dengan murid secara nyata. Interaksi ini bermuatan pendidikan apabila guru merancang interaksinya secara pedagogis dapat dipertanggungjawabkan. Maksud secara pedagogis adalah adanya upaya bertanggung jawab dari guru untuk mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan yang telah digariskan, sebagaimana diketahui bahwa secara pisik jiwa dan secara anatomis dan fisiologis-biologis sosiologis, peserta didik sebagai bagian manusia pada umumnya, memiliki karakteris yang diperlu dipahami oleh para calon guru, maka pengetahuan tentang karakteristik psikologis peserta didik yang berkaitan dengan gejala aktivitas umum jiwa peserta didik sangat penting bagi para calon guru dan para guru dalam memahami peserta secara individual guru menyukseskan proses pembelajaran dikelas. Psikologi sebagai suatu disiplin ilmu sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan, baik di institusi pendidikan formal maupun non formal. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta secara integral. Pemahaman aspek psikologis peserta didik oleh pihak guru atau instruktur di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutiahan peserta didik, sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan maksimal.
Pengetahuan tentang psikologi diperlukan oleh dunia pendidikan karena dunia pendidikan menghadapi peserta didik yang unik dilihat dari segi karakteristik perilaku, kepribadian, sikap, minat, motivasi, perhatian, persepsi, daya pikir, inteligensi, fantasi, dan berbagai aspek psikologis lainnya yang berbeda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya. Perbedaan karakteristik psikologis yang dimiliki oleh para peserta didik harus diketahui dan dipahami oleh setiap guru atau instruktur yang berperan sebagai pendidik dan pengajar di kelas, jika ingin proses pembelajarannya berhasil. Dengan memahami karakteristik psikologis yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik, maka para guru di sekolah akan dapat melakukan pembelajaran yang bersifat individual sesuai dengan karakteristik psikologis yang dimiliki oleh peserta siswa. Jadi sifat heterogenitas (tidak sama) suatu kelas perlu menjadi perhatian utama bagi guru. Selain pembelajaran yang bersifat individual, guru perlu juga melakukan pembelajaran secara kelompok jika karakteristik psikologis peserta didik yang ada di suatu kelas dianggap relatif sama (homogen).
Dalam proses pembelajaran di kelas guru sering menghadapi peserta didik yang mengalami gangguan perhatian sehingga peserta didik tersebut kurang dapat memusatkan perhatiannya dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Akibatnya peserta didik tersebut kurang dapat mengetahui dan memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh guru dan memperoleh prestasi belajar rendah. Gejala gangguan perhatian sebagai faktor psikologis yang dialami peserta didik di kelas harus diketahui dan dipahami oleh guru sebagai pengajar dan pendidik di kelas untuk mencegah dan mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh guru di kelas dalam mencegah dan mengatasi masalah gangguan perhatian yang dialami oleh peserta didik di kelas ialah guru sebaiknya menerapkan metode dan strategi pembelajaran yang menarik perhatian belajar agar peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran di kelas dengan baik dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran. Selain itu, peserta didik yang menunjukkan sikap dan perilaku belajar yang acuh tak acuh atau apatis dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, juga merupakan gejala bahwa peserta didik tersebut mengalami gangguan psikologis berupa minat dan motivasi belajar rendah yang dimiliki oleh peserta didik tersebut. Untuk mengatasi gejala minat dan motivasi belajar rendah yang ditunjukkan oleh peserta didik di kelas sebagai faktor psikologis yang mempengaruhi kualitas proses dan hasil pembelajaran peserta didik di kelas, maka guru harus dapat memilih dan menerapkan suatu metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran di kelas yang dapat menumbuh kembangkan minat belajar dan motivasi belajar peserta untuk belajar di kelas.
Adapun strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam membelajarkan peserta didik yang memiliki minat belajar dan motivasi belajar rendah ialah metode cara belajar siswa aktif (CBSA) yang menggunakan pendekatan keterampilan proses (PKP), pendekatan konstruktivistik, metode diskusi, metode pembelajaran koperatif, metode penemuan dan penyelidikan (discovery and inquiry learning), metode contextual teaching learning (CTL), metode eksperimen, dan berbagai metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang menuntut aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, di laboratorium, dan di tempat belajar lainnya. Selain itu faktor strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran perlu menjadi perhatian bagi guru, faktor karakteristik psikologis yang mencerminkan kepribadian dan perilaku peserta didik di kelas harus juga menjadi perhatian para guru untuk menyesuaikan pembelajarannya dengan karakteristik kepribadian dan perilaku yang dimiliki oleh para peserta didik agar proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru sesuai dengan minat dan kebutuhan belajar peserta didik. Disinilah pentingnya guru menerapkan proses pembelajaran yang diindividualisasikan sesuai dengan minat dan kebutuhan belajar peserta didik secara individual.
Masih banyak gejala-gejala gangguan psikologis yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, misalnya gangguan pengamatan, gangguan persepsi, gangguan dalam berpikir, gangguan ingatan, gangguan fantasi, dan gangguan perasaan. Gangguan-gangguan psikologis tersebut merupakan gejala atau aktivitas umum jiwa manusia (La Sulo, 1990). Aktivitas umum jiwa manusia tersebut perlu diketahui dan dipahami oleh para guru dalam mengetahui dan memahami aspek psikologis para peserta didik di kelas agar proses dan hasil pembelajaran yang dikelola di kelas dapat mencapai tujuannya secara maksimal dan optimal.
Banyak masalah-masalah yang dihadapi oleh para guru dalam proses pendidikan di kelas. Masalah-masalah tersebut merupakan masalah psikologis peserta didik yang sangat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas, sehingga perlu diketahui dan dipahami oleh para calon guru dan para guru yang telah mengajar dan mendidik dikelas. Adapun gejala aktivitas umum jiwa peserta yang perlu menjadi perhatian bagi para guru ialah mencakup yaitu:
1. Perhatian Peserta Didik
Perhatian peserta didik dalam proses pembelajaran kelas diartikan sebagai pemusatan tenaga jiwa peserta didik yang tertuju kepada sajian materi yang dijelaskan oleh guru pada saat proses pembelajaran di kelas sedang berlangsung, Perhatian belajar yang dimilki oleh peserta didik dan manusia pada umumnya dibagi atas beberapa macam, yaitu perhatian insentif dan tidak insentif, perhatian spontan dan perhatian sekehendak, perhatian terpencar, perhatian terpusat, dan perhatian campuran (Manrihu (1989:18-19).
Dilihat dari subjek yang memperhatikan, maka hal-hal yang menarik perhatian ialah jika semua hal tersebut bersangkut paut dengan pribadi subjek, yaitu berupa: (1) pekerjaan yang sedang pribadi subjek, yaitu berupa (2) pekerjaan yang sedang dikerjakan menentukan perhatian, (3) keinginan menentukan perhatian, (4) perasaan menentukan perhatian, dan (5) yang berhubungan dengan pengalaman atau kebiasaan akan menentukan dengan pengalaman atau kebiasaan akan menentukan perhatian (La Sulo, 1990:19).
Dengan memperhatikan berbagai faktor yang menarik perhatian belajar peserta didik di kelas yang menyebabkan peserta didik akan tertarik dalam melakukan aktivitas belajar sehingga peserta didik tidak merasa bosan atau jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas.

2. Motivasi belajar
Faktor motivasi secara umum dan motivasi belajar secara khusus merupakan gejala aktivitas jiwa manusia yang sangat diperlukan oleh manusia dan peserta didik khususnya dalam mengarungi kehidupan yang sarat dengan persaingan. Manusia secara umum dan peserta didik secara khusus yang memiliki motivasi hidup yang rendah akan memiliki kinerja, produktivitas, kreativitas, dan inovasi yang rendah. Akibatnya mereka akan tertinggal jauh dari teman atau manusia lainnya yang memiliki motivasi yang tinggi dalai menjalani hidupnya. Guru dan peserta didik sebagai bagian dari manusia pada umumnya harus memiliki motivasi yang tinggi dalam mengajar bagi guru dan dalam belajar bagi peserta didik Guru yang memiliki motivasi mengajar yang tinggi ditandai dengan beberapa karakteristik perilaku, yaitu rajin mengajar di kelas, bergairah dalam mengajar, aktif dan kreatif data melakukan pembaruan dalam bidang pendidikan keperluan pembelajaran di kelas, berperilaku produktif inovatif dalam mengajar, dan beretos kerja tinggi sehingga tidak mengenal lelah dalam mengajar dan mudah putus jika menemukan kesulitan dalam menekuni karier sebagai pengajar dan pendidik di sekolah.
Dalam proses pembelajaran di kelas harus diperhatikan tentang apa yang mendorong siswa agar dapat dari belajar dengan baik. Dengan kata lain apa yang membuat peserta didik memiliki motivasi untuk berpikir dan memusatkan perhatian merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas belajar.
Motif/motivasi secara umum juga dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Sardiman,1990:73).

3. Pikiran Peserta Didik
Berpikir merupakan kegiatan mental atau psikis yang dilakukan oleh setiap orang pada saat mereka menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan. Proses berpikir juga terjadi saat seseorang dihadapkan kepada berbagai pertanyaan yang harus dijawab. Kemampuan berpikir bagi setiap orang termasuk peserta didik di sekolah berbeda. perbedaan kemampuan berpikir antara individu yang satu dengan individu pada umumnya disebabkan faktor inteligensi, tingkat pengetahuan, tingkat pengalaman, tingkat pendidikan, dan berbagai faktor lainnya yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir individu. Berpikir sebagai aktivitas mental memiliki fungsi, yaitu: (1) membentuk pengertian, (2) pcmbentuk pandapat, dan (3) pembentukan kesimpulan atau keputusan; (La Sulo, 1990:28). Ada dua jenis proses berpikir yang dapat dilakukan indidivu, yaitu jenis berpikir divergen dan konvergen. berpikir konvergen yaitu cara berpikir yang umum dilakukan oleh individu pada umumnya dan bersifat rutin, sedangkan jenis berpikir divergen yaitu jenis berpikir yang inovatif, kreatif, dan produktif yang selalu pemecahan masalah dari berbagai alternatif pemecahan masalah (La Sulo, 1990:29). Jenis berpikir divergen merupakan jenis berpikir yang kompleks yang dituntut pada individu di era globalisasi agar dapat tetap eksis dan solid dalam era kompetisi global.

4. Perasaan Peserta Didik
Perasaan ialah gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan fungsi mengenal dan dialami dalam kualitas senang dan tidak senang dalam itu berbagai taraf. Perasaan ini terdiri dari berbagai jenis, yaitu perasaan jasmaniah (perasaan tingkat rendah) berupa perasaan indera dan perasaan vital. Perasaan indera seperti sedap, manis, dan sebagainya, dan perasaan vital, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keadaan jasmani seperti segar, letih, dan sebagainya (La Sulo, 1990:30). Sedangkan perasaan rohaniah (perasaan tingkat tinggi), yaitu perasaan intelektual, misalnya merasa senang kalau lulus ujian, perasaan keindahan, perasaan sosial, perasaan kesusilaan, perasaan keagamaan, dan perasaan harga diri. Faktor perasaan peserta didik perlu diperhatikan oleh guru di kelas. Dengan memahami perasaan peserta didik sebagai gejala mental siswa, seorang guru akan menghindari berbagai sikap dan perilaku dan ucapan atau tutur kata yang dapat membunuh aktivitas dan kreativitas peserta didik di kelas. Sebaliknya, peserta didik tidak boleh mengorbankan perasaan guru yang dapat membunuh kreativitas dan aktivitas guru dalam mengajar di kelas.

5. Sikap Belajar Feserta Didik
Sikap belajar ialah kecenderungan peserta didik untuk merasa senang dan tidak senang dalam melakukan aktivitas belajar. Reaksi positif atau senang dan reaksi negatif atau tidak senang yang ditunjukkan oleh peserta didik di kelakukan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap belajar peserta didik tersebut ialah faktor kemampuan dan gaya mengajar guru di kelas. Selain itu, faktor metode, pendekatan, dan strategi pembelajara yang digunakan oleh guru, faktor media pembelajara sikap dan perilaku guru, suara guru, lingkungan kelas manajemen kelas, dan berbagai faktor lainnya mempengaruhi sikap peserta didik. Jika kesemua faktor-faktor tersebut pengaruh yang positif kepada peserta didik, yang terbentuk pada diri peserta didik ialah sikap belajar yang baik, yaitu peserta didik merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran yang dikelolah oleh guru kelas. Adapun perwujudan perilaku yang diperlihatkan oleh serta didik yang bersikap negatif atau tidak senang terhadap proses pembelajaran yang dikelolah oleh guru di kelas ialah berupa peserta didik acuh tak acuh (apatis) dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, peserta didik tidak aktif dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, peserta didik mengganggu teman sekelasnya, peserta didik mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru kelas, peserta didik keluar masuk kelas, dan berbagai bentuk perilaku belajar menyimpang intinya. Sedangkan perwujudan perilaku peserta didik yang sikap positif atau senang terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung di kelas ialah peserta didik, aktif, dan ulet dalam mengikuti proses pembelajaran di Jelas, peserta didik menyelesaikan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, disiplin dalam belajar, tidak keluar masuk kelas dan menghormati guru dan teman kelasnya, aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru, menunjukkan kerjasama yang baik dengan teman kelas dalam melakukan tugas-tugas belajar yang bersifat kelompok dan sebagainya. Para guru yang akan mengajar dan mendidik di kelas, harus dapat menumbuhkembangkan sikap pelajar positif pada diri peserta didik. Hanya dengan sikap pelajar yang baik yang terbentuk pada diri peserta didik, proses interaksi belajar mengajar di kelas dapat berlangsung cara optimal dan maksimal. Oleh karena itu, para guru dan calon guru harus memiliki belajar dan lingkungan belajar yang dapat meningkatkan sikap belajar siswa di kelas, metode untuk mengukur pengetahuan dan pemahaman tentang sikap dan permasalahannya, yang mencakup pengertian sikap, metode menumbuhkembangkan sikap belajar positif kepada peserta didik, situasi dan kondisi sikap belajar peserta didik. masalah lain yang terkait dengan sikap dan permasalahannya.

6. Ingatan Peserta Didik
Ingatan biasanya didefinisikan sebagai kecakal untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan. Ingatan yang baik memiliki beberapa ciri-ciri, yang cepat atau mudah mencamkan, setia, teguh, luas dau menyimpan, dan siap untuk memproduksi kesan-kesan dicamkan tanpa perubahan (La Sulo, 1990:25). Proses dalam ingatan ialah mencakup proses mencamkan, proses menyimpan, dan reproduksi Mencamkan ialah upaya untuk mempelajari, mengetahui dan memahami sesuatu. Menurut terjadinya, pencaman terbagi atas pencaman sekehendak dan. tidak sekehendak terjadi jika kita dengan sengaja sadar mencamkan sesuatu, dan pencaman tidak sekehedak terjadi jika kita memperoleh pengetahuan dengan tidak sengaja.
Pada diri peserta didik, proses mencamkan itu berbeda-beda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain. Peserta Adidik yang berinteligensi tinggi, berpengetahuan, dan berpengalaman dalam melakukan aktivitas belajar cenderung memiliki kemampuan reproduksi yang cepat. Selain itu, aktivitas reproduksi (mengingat kembali) juga dipenganihi oleh faktor kemampuan mencaman dan menyimpan pesan atau materi pelajaran yang telah dipelajari oleh peserta didik

7. Fantasi Peserta Didik
Fantasi ialah kesanggupan manusia untuk membentuk anggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan¬anggapan yang sudah ada dan tanggapan baru itu tidak arus sesuai dengan benda-benda yang ada, Mengingat manfaat produk atau kehidupan manusia sangat besar, maka peranan guru dalam menumbuhkembangkan fantasi peserta didik juga ditunda besar, agar melalui fantasi, peserta didik dapat menemuk suatu ide-ide cemerlang untuk melahirkan sesuatu yang inovatif Jika para peserta didik telah dapat melakuk fantasi secara positif, bukan tidak mungkin para peserta akan dapat menemukan suatu temuan-temuan baru yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik itu sendiri di keluarganya serta bermanfaat bagi kehidupan manusia masyarakat. Namun telah banyak pula peserta didik dan anggota masyarakat yang korban karena proses fantasi yang tidak positif. Di sinilah peranan guru, orangtua, dan masyarakat dalam membantu, membimbing melatih, dan mengarahkan serta menyalurkan proses fantasi anak ke arah yang positif agar bermanfaat bagi dirinnya Sekolahnya, keluarganya, dan masyarakatnya dan anak dapat menencapai taraf aktualisasi diri yang optimal dan maksimal.
8. Tanggapan Peserta Didik
Tanggapan adalah tayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan. Menanggapi tidak saja menghidupkan kembali apa yang telah kita amati, tetapi juga mengantisipasi yang akan datang dan mewakili yang sekarang. Tanggapan atau persepsi peserta didik dipengaruhi oleh indera yang mendasari terjadinya tanggapan itu. arena itu, persepsi peserta. didik digolongkan ke dalam beberapa tipe tanggapan, yaitu tipe tanggapan yang visual, uditif, gustatoris, dan alfaktoris. Jika Pelaksanaan proses pembelajaran di kelas dilaksanakan engan memperhatikan perbedaan individu-peserta didik dalam hal tipe persepsi yang dimiliki, maka anak berkembang dengan baik.

9. Minat Belajar Peserta Didik
Minat belajar dapat diartikan sebagai tertarik yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam melakukan aktivitas belajar, baik di rumah, di sekolah, di masyarakat. Jika individu atau peserta didik merasa tertarik berminat dalam melakukan aktivitas belajar, maka peserta didik tersebut menunjukkan sikap dan perilaku belajar baik berupa peserta didik menunjukkan gairah yang dalam melakukan aktivitas belajar, tekun dan ulet dalam melakukan aktivitas belajar sekalipun dalam waktu yang lama, aktif, kreatif, dan produktif dalam melaksanakan aktivitas dan menyelesaikan tugas-tugas belajar, tidak mengenal lelah apalagi bosan dalam belajar, senang dan asyik dalam belajar, aktivitas belajar dianggap sebagai suatu hobi dan bagian dari hidup, dan sebagainya. Sebaliknya peserta didik yang tidak memiliki minat belajar menunjukkan sikap dan perilaku belajar yang tidak baik pula berupa acuh tak acuh dalam belajar, aktivitas dianggap sebagai suatu beban, cepat lelah dan bosan dalam belajar, dan sebagainya. Jika dicermati secara mendalam, antara minat motivasi merupakan gejala aktivitas jiwa manusia yang susah dipisahkan satu sama lain. Ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Peserta didik yang menunjukkan minat belajar yang tinggi, juga pasti menunjukkan motivasi belajar yang tinggi, faktor pencetus munculnya motivasi belajar yang tinggi pada diri peserta didik ialah faktor sikap dan minat belajar yang tinggi pada diri peserta didik. Tidak mungkin peserta didik termotivasi belajar tinggi jika peserta didik tersebut memiliki sikap belajar dan minat belajar yang tidak tinggi pula. Minat belajar peserta didik, juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor objek belajar; metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru, sikap dan perilaku guru, media pembelajaran, fasilitas pembelajaran, lingkungan belajar, suara guru, dan lainnya.

10. Pengamatan Belajar Peserta Didik
Sebagian besar pesan dan kesan belajar yang diperoleh oleh peserta didik di kelas adalah diproses melalui pengamatan terhadap apa yang dilihat oleh mata. Pengamatan ialah suatu aktivitas jiwa untuk mengenal diri kita sendiri dan lingkungan sekitar kita dengan melihat, mendengar, membau, dan mencecapnya. Faktor pengamatan belajar peserta didik merupakan faktor yang amat penting diperhatikan oleh para calon dan guru. Proses pengamatan pada dari peserta didik terjadi melalui proses penangkapan pesan dan kesan oleh pancaindera peserta didik. Oleh karena itu, agar proses pembelajaran di kelas dapat diketahui, dipahami, dikuasai oleh peserta didik melalui proses pengamatan, Agar proses pembelajaran di kelas dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan oleh guru bersama peserta didik, maka guru harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individu dari segi tipe visual, auditif, taktil, gustative, dan alfaktoris.
Gejala gangguan pengamatan pada diri peserta didik, juga perlu mendapat perhatian oleh para peserta didik. Tidak sedikit kasus kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik di kelas adalah disebabkan karena peserta didik mengalami gangguan pengamatan.

11. Kepribadian Peserta Didik
Kepribadian didefinisikan sebagai keseluruhan kualitas dari perilaku individu yang nampak dalam karakteristik kebiasaan berekspresi, berpikir, minat, sikap, cara-cara breaksi, dan pandangan hidup individu. Faktor kepribadian peserta didik perlu mendapat perhatian dari pihak guru, karena dengan mengetahui dan memahami kepribadian setiap peserta didik, maka guru dapat menyesuaikan proses pembelajarannya di kelas sesuai dengan karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Informasi tentang karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik dapat menjadi dasar dan acuan bagi guru dalam menyusun program pembelajaran di kelas yang memperhatikan perbedaan individu-peserta didik. Selain itu, para para guru harus mengetahui dan memahami tentang psikologi kepribadian dan pengetahuan tentang teori kepribadian sebagai basis dalam mengetahui dan memahami tentang kepribadi manusia umumnya dan lebih-lebih lagi kepribadian peserta didik secara khusus. Freud menyatakan bahwa struktur kepribadi manusia mencakup tiga aspek, yaitu ide sebagai aspek biologis dari kepribadian, ego sebagai aspek psikologis dari kepribadian, dan super ego sebagai aspek sosiologis dari kepribadian. Ide sebagai aspek biologis dari kepribadian berisikan nafsu hidup, nafsu mati, dan tempat energi psikis. Ego sebagai aspek psikologis kepribadian berprinsip realistis, sehingga berfungsi mempersatukan kepribadian, superego yang berfungsi sesuai prinsip ideal yang mengontrol kerja ide dan ego agar bekerja sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Para guru juga perlu mengetahui tentang perkembangan kepribadian manusia. Pengetahuan tentang perkembangan kepribadian manusia tersebut, harus menjadi dasar bagi guru dalam melaksanakan proses pendidikan di kelas agar proses pendidikan yang dilakukan oleh guru sesuai dengan perbedaan perkembangan kepribadian peserta didik.

12. Inteligensi dan Bakat
Inteligensi dan bakat merupakan faktor psikologis yang turut mempengaruhi keberhasilan proses dan hasil pendidikan di sekolah. Inteligensi secara sederhana dapat diartikan sebagai "Kecerdasan". Namun, inteligensi pada hakekatnya adalah kemampuan manusia untuk berpikir. Kemampuan berpikir manusia itu sendiri berbeda-beda, yaitu ada yang kemampuan berpikirnya tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat kemampuan berpikir manusia tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya: faktor tingkat inteligensi yang dimiliki (skor intelligence quotient) ialah berada di atas normal 110 ke atas, tingkat pengetahuan, dan pengalaman manusia. Manusia yang memiliki tingkat pengetahuan dan pengalaman yang tinggi cenderung kemampuan berpikirnya juga tinggi karena telah ditempa dan diterpa oleh berbagai pengetahuan dan pengalaman yang menuntut pemikiran. Oleh karena itu, untuk mengembangkan dan meningkatkan inteligensi peserta didik, para guru di sekolah harus memberikan tugas-tugas belajar yang menantang peserta didik untuk berpikir kompleks dan keritis. Selain itu, para harus memberikan banyak pengalaman yang menantang peserta didik dengan harapan peserta didik terlatih dan terbiasa untuk berpikir dalam mencari jalan keluar suatu persoalan sehingga membuahkan suatu pengalaman yang berharga bagi peserta didik. Selain faktor inteligensi yang perlu mendapat perhatian bagi para calon guru dan para guru dalam membelajarkan peserta didik di kelas, faktor bakat juga perlu diperhatikan. Para calon guru dan para guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bakat peserta didik agar dapat membelajarkan peserta didik sesuai dengan, bakat yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik, mereka dapat mencapai aktualisasi diri sesuai dengan bakat yang dimiliki.
Bakat didefinisikan sebagai potensi bawaan yang dibawa seseorang sejak ia dilahirkan dan perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan. Bakat yang dibawa seseorang sejak ia dilahirkan masih belum berkembang, sehingga perlu diaktualisasikan melalui bantuan proses pendidikan di sekolah. Para guru di sekolah perlu mengetahui secara dini tentang bakat yang dimiliki oleh masing-masing anak didiknya sebagai acuan untuk memberikan proses pendidikan yang menunjang perkembangan bakat anak. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengetahui bakat pada diri peserta didik ialah dengan melakukan tes bakat pada anak didik dan mengobservasi kemampuan dan keterampilan menonjol yang diperlihatkan anak melalui aktivitas dan perilaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Manajemen Kelas Di SD
Keberhasilan siswa dalam belajar sangat ditentukan oleh strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Guru dituntut untuk memahami komponen-komponen dasar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk paham tentang filosofis dari mengajar dan belajar itu sendiri. Mengajar tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, akan tetapi juga sejumlah perilaku yang akan menjadi kepemilikan siswa. Pengaturan metode, strategi, dan kelengkapan dalam pengajaran adalah bagian dari kegiatan manajemen pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru. Untuk mewujudkan manajemen kelas di Sekolah Dasar, lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat akan mendukung meningkatnya intensitas pembelajaran siswa dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Manajemen kelas di Sekolah Dasar tidak hanya pengaturan belajar, fasilitas fisik dan rutinitas, tetapi menyiapkan kondisi kelas dan lingkungan sekolah agar tercipta kenyamanan dan suasana belajar yang efektif. Oleh karena itu, sekolah dan kelas perlu dikelola secara baik, dan menciptakan iklim belajar yang menunjang. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan yang utama. Peranan guru adalah menciptakan serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. (Wrightman, 1977)
Berbagai faktor yang menyebabkan merumitan dalam pengelolaan kelas secara umum dibagi menjadi dua faktor yatu : faktor interen siswa dan eksteren siswa. Faktor interen siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran dan prilaku. Kepribadian siswa dengan ciri-ciri khusunya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari segi aspek, yaitu perbedaan biologis, intelektual dan psikologis. Sedangkan faktor ekstern siwa terkait dengan pengelolaan suasana laingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa, kurikulum belajar. Jumlah siswa dikelas. Masalah siswa di kelas misalnya dua puluh orang ke atas cenderung lebih mudah terjadi koflik.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa terjadinya kekacauan di kelas disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu intern dan eksteren siswa dan untuk mengatasi terjadinya kekacauan di kelas diperlukan adanya usaha dari guru dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas.
Tujuan Manajemen Kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan, baik secara umum maupun khusus. Secara umum tujuan Manajemen Kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa untuk belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap, serta apresiasi para siswa.
Adapun tujuan dari Manajemen Kelas adalah sebagai berikut :
a. Agar pengajaran dapat dilakukan secara maksimal, sehingga tujuan pengajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
b. Untuk memberi kemudahan dalam usaha memantau kemajuan siswa dalam pelajarannya. Dengan Manajemen Kelas, guru mudah untuk melihat dan mengamati setiap kemajuan/ perkembangan yang dicapai siswa, terutama siswa yang tergolong lamban.
c. Untuk memberi kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan dikelas demi perbaikan pengajaran pada masa mendatang.
Jadi, Manajemen Kelas dimaksudkan untuk menciptakan kondisi didalam kelompok kelas yang berupa lingkungan kelas yang baik, yang memungkinkan siswa berbuat sesuai dengan kemampuannya. Kemudian, dengan Manajemen Kelas produknya harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Sedangkan tujuan Manajemen Kelas secara khusus dibagi menjadi dua yaitu tujuan untuk siswa dan guru. Tujuan Untuk Siswa:
a. Mendorong siswa untuk mengembangkan tanggung-jawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.
b. Membantu siswa untuk mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan kemarahan.
c. Membangkitkan rasa tanggung-jawab untuk melibatkan diri dalam tugas maupun pada kegiatan yang diadakan.
Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pada Manajemen Kelas adalah agar setiap anak dikelas dapat bekerja dengan tertib, sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Tujuan Untuk Guru:
a. Untuk mengembangkan pemahaman dalam penyajian pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan kecepatan yang tepat.
b. Untuk dapat menyadari akan kebutuhan siswa dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada siswa.
c. Untuk mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku siswa yang mengganggu.
d. Untuk memiliki strategi remedial yang lebih komprehensif yang dapat digunakan dalam hubungan dengan masalah tingkah laku siswa yang muncul didalam kelas.
Maka dapat disimpulkan bahwa agar setiap guru mampu menguasai kelas dengan menggunakan berbagai macam pendekatan dengan menyesuaikan permasalahan yang ada, sehingga tercipta suasana yang kondusif, efektif dan efisien.
Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal
• Memodifikasi tingkah laku
Modifikasi tingkah laku adalah menyesuaikan bentuk-bentuk tingkah laku kedalam tuntutan kegiatan pemebelajaran sehingga tidak muncul prototyfe pada diri anak tentang peniruan perilaku yang kurang baik.
• Pengelolaan kelompok
Kelompok kecil ataupun kelompok belajar di kelas adalah merupakan bagaian dari pencapaian tujuan pembelajaran dan strategi yang terapkan oleh guru. Kelompok juga bias muncul secara informal seperti teman bermain, teman seperjalanan, teman karena gender dan lain-lain. Untuk kelancaran pembelajaran dan pencapaiant ujuan pembelajaran maka kelompok yang ada dikelas itu harus di kelola dengan baik oleh guru.
• Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. Permasalahan memiliki sifat perennial (akan selalu ada) dan nurturan effect, oleh karena itu permasalahan akan muncul didalam kelas kaitannya dengan interaksi dan akan diikuti oleh damapak pengiring yang besar bila tidak bias diselesaikan. Guru harus dapat mendeteksi permasalahan yang mungkin muncul dan dengan secepatnya mengambil langkah penyelesaian sehingga ada solusi untuk masalah tersebut.

Faktor Negatif yang mempengaruhi proses manajemen kelas di SD
Beberapa kekeliruan yang perlu dihindari guru dalam mempraktekkan keterampilan mengelola kelas adalah :
1) Campur tangan yang berlebihan, campur tangan yang berlebihan dari guru kepada setiap perilaku kedirian siswa akan memberikan dampak yang kurang baik, oleh karena itu campur tangan dilakukan sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik di kelas.
2) Kesenyapan, proses kesenyapan memang diperlukan di kelas tapi tidak merupakan kegiatan yang berjalan dengan akumulasi yang cukup panjang, karena dapat menimbulkan perilaku yang berlebihan dari siswa dan dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan teman lainnya.
3) Ketidaktepatan memulai dan mengakhiri kegiatan, awal dan akhir kegiatan adalah hal yang krusial bagi guru. Awal adalah pembuka jalan dalam mengorganisasikan pikiran anak untuk menemukan dan melakukan berbagai hal di kelas terutama kaitannya dengan tugasnya dan akhir adalah bentuk akumulasi tentang pemahaman atas kegiatan dan kegiatan lanjutan yang akn dilakukan siswa.
4) Penyimpangan, bentuk perilaku yang menyimpang baik secara individual maupun kaitannya dalam pelaksanaan pembelajaran.
5) Bertele-tele, kata atau kalimat yang bertele-tele dan kegiatan yang bertele-tele akan menimbulkan kebosanan dan ketidak nyamanan ketika hal itu tertuju pada satu orang saja atau pada satu pokok bahasan saja.
6) Pengulangan penjelasan yang tidak perlu, banyak hal yang baru bagi siswa yang dapat disampaikan, dan banyak hal lainnya yang juga memerlukan pengulangan. Prinsipnya adalah dimana ketika terjadi proses pengulangan adalah bentuk untuk mengkaitkan pokok bahasan, menegaskan, dan mencontohkan. Karena pengulangan biasa memunculkan persepsi yang kurang baik pada diri siswa, mungkin akan muncul anggapan bahwa guru tidak bias mengajar.

C. Pendekatan Psikologi Dalam manajemen Kelas Di SD
Pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam Manajemen Kelas akan sangat dipengaruhi oleh pandangan guru tersebut terhadap tingkah laku siswa, karakteristik watak dan sifat siswa, dan situasi kelas pada waktu seorang siswa melakukan penyimpangan. Dibawah ini terdapat beberapa pendekatan yang didasarkan atas studi psikologis yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam membina disiplin kelas pada siswanya. Pendekatan yang dimaksud antara lain sebagai berikut :
1) Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku (Behavior-Modification) Sesuai dengan namanya, pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik Pendekatan ini didasarkan pada psikologi behavioristik, yang mengemukakan pendapat bahwa :
a. Semua tingkah laku yang baik atau yang kurang baik merupakan hasil proses belajar.
b. Ada sejumlah kecil proses psikologi penting yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya proses belajar yang dimaksud, yaitu diantaranya penguatan positif (positive reinforcement) seperti hadiah, ganjaran, pujian, pemberian kesempatan untuk melakukan aktivitas yang disenangi oleh siswa, dan penguatan negatif (negative reinforcement) seperti hukuman, penghapusan hak, dan ancaman. Penguatan tersebut masih dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Penguatan Primer, yaitu penguatan yang tanpa dipelajari seperti makan, minum, menghangatkan tubuh, dsb.
2. Penguatan Sekunder, yaitu penguatan sebagai hasil proses belajar. Penguatan sekunder ini ada yang dinamakan penguatan sosial ( pujian, sanjungan, perhatian, dsb ), penguatan simbolik (nilai, angka, atau tanda penghargaan lainnya) dan penguatan dalam bentuk kegiatan (permainan atau kegiatan yang disenangi oleh siswa yang tidak semua siswa dapat mempraktekkannya). Dilihat dari segi waktunya, ada penguatan yang terus-menerus (continue) setiap kali melakukan aktivitas, ada pula penguatan yang diberikan secara periodik (dalam waktu-waktu tertentu), misalnya setiap satu semester sekali, setahun sekali, dsb.
2) Pendekatan Iklim Sosio-Emosional (Socio-Emotional Climate) Pendekatan sosio-emosional akan tercapai secarta maksimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam kelas. Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan siswa serta hubungan antar siswa. Pendekatan ini berlandaskan psikologi klinis dan konseling yang mempradugakan :
a. Proses Belajar Mengajar yang efektif mempersyaratkan keadaan sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan antara pribadi guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.
b. Guru merupakan unsur terpenting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik. Guru diperlukan bersikap tulus dihadapan siswa, menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, dan mengerti siswa dari sudut pandang siswa sendiri. Dengan cara demikian, siswa akan dapat dikuasai tanpa menutup perkembangannya. Sebagai dasarnya, guru dituntut memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan siswa, sehingga guru dapat mendeskripsikan apa yang perlu dilakukannya sebagai alternatif penyelesaian. Didalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan hubungan tersebut. Oleh karena itu seharusnya guru mengembangkan iklim kelas yang baik melalui pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas. Untuk terrciptanya hubungan guru dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap ngayomi atau sikap melindungi.
3) Pendekatan Proses Kelompok (Group Process) Dalam pendekatan in, peran guru adalah mendorong perkembangan dan kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses kelompok memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan kelompok menjadi kelompok yang produktif, dan selain itu guru harus pula dapat menjaga kondisi itu agar tetap baik. Untuk menjaga kondisi kelas tersebut guru harus dapat mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan. Pendekatan ini berdasarkan pada psikologi klinis dan dinamika kelompok. Yang menjadi anggapan dasar dari pendekatan ini ialah :
a. Pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks kelompok sosial.
b. Tugas pokok guru yang utama dalam Manajemen Kelas ialah membina kelompok yang produktif dan efektif.
4) Pendekatan Elektif (Electic Approach) Pendekatan elektis (electic approach) ini menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dabn inisiatif wali atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan itu dalam suatu situasi mungkin dipergunakan salah satu dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan tersebut.
semua pendekatan tersebut, mempunyai kebaikan dan kelemahan masing-masing. Dalam arti, tidak ada salah satu pendekatan yang cocok untuk semua masalah dan semua kondisi. Setiap pendekatan mempunyai tujuan dan wawasan tertentu. Dengan demikan, guru dituntut untuk memahami berbagai pendekatan. Dengan dikuasainya berbagai pendekatan, maka guru mempunyai banyak peluang untuk menggunakannya bahkan dapat memadukannya. Pendekatan Elektik disebut juga dengan Pendekatan Pluralistik, yaitu Manajemen Kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan Proses Belajar Mengajar berjalan efektif dan efisien. Dimana guru dapat memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut, sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dari penggunaannya untuk menciptakan Proses Belajar Mengajar berjalan secara efektif dan efisien.
D. Memahami Latar Belakang Peserta Didik
Dengan mengetahui tentang latar belakang para murid, maka guru akan merasa terbantu dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Namun sangat penting untuk diingat bahwa kegiatan kelas mestinya tidak membuat guru untuk meneliti latar belakang murid untuk mengungkapkan sesuatu yang mereka tidak menyukainya. Sama artinya dengan seorang guru akan marah dan tidak menyukainya, bila ada siswa yang bertanya tentang sesuatu yang sangat prinsipil dan pribadi tentang dirinya. Sebagai seorang guru perlu sekali dan malah seharusnya mempunyai keterangan yang lengkap tentang masing-masing murid yang meliputi:
1. Latar belakang psikologi siswa yang meliputi hasil-hasil tes kecerdasan, tes perasaan, kecakapan dan lain-lain,
2. Latar belakang kemampuan siswa yang meliputi kemajuan dalam mata pelajaran yang akan diberikan dan yang berhubungan dengan itu.
3. Latar belakang kesehatan fisik siswa seperti penglihatan, pendengaran, gejala-gejala penyakit dan lain-lain.
4. Latar belakang siswa tentang pengalaman kerja, partisipasi kegiatan di dalam dan di luar kelas dan menjadi anggota organisasi di luar dan dalam sekolah.
5. Latar belakang tentang perhatian siswa terhadap pendidikan.
6. Latar belakang kehidupan anak di rumah yang meliputi status ekonomi, pendidikan orang tua susunan dalam keluarga, jabatan dan hubungan sosial orang tua di masyarakat.

E. Memahami Minat Peserta Didik
Mengenal minat siswa-siswa sangat penting, karena mereka akan merasa senang dengan materi pelajaran yang disampaikan apalagi materi tersebut sangat sesuai dengan minat mereka dan ada hubungannya dengan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka, Minat memiliki manfaat sebagai pendorong yang kuat dalam mencapai prestasi. Dengan memiliki minat belajar, peserta didik lebih memperkuat ingatan tentang pelajaran yang diberikan oleh pendidik. Dengan ingatan yang kuat, peserta didik berhasil memahami materi pelajaran yang diberikan oleh pendidik. Sehingga, tidak sulit bagi peserta didik dalam mengerjakan soal atau pertanyaan dari peserta didik. Hal tersebut menghasilkan nilai yang bagus dan meningkatkan prestasi peserta didik.
Selain itu, Minat belajar menciptakan dan menimbulkan konsentrasi dalam belajar. Peserta didik akan memiliki konsentrasi yang baik apabila dalam dirinya terdapat minat untuk mempelajari hal yang ingin mereka ketahui. Konsentrasi yang terbentuk inilah, yang mempermudah peserta didik memahami materi yang dipelajari.
Beberapa dasar pertimbangan perlunya ” memahami peserta didik ” sebagai berikut :
a. Dasar pertimbangan psikologis
bahwa suatu kegiatan akan menarik dan berhasil apabila sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, keinginan, dan tuntutan peserta didik.
b. Dasar pertimbangan sosiologi
bahwa secara naluri manusia akan merasa ikut serta memiliki dan aktif mengikuti kegiatan yang ada.
Berhasil atau tidak peserta didik dalam belajar disebabkan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Faktor tersebut dapat berupa faktor dari dalam individu (faktor internal) seperti faktor kesehatan, bakat dan perhatian, dan faktor dari luar individu (faktor eksternal) seperti keadaan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
1. faktor internal
Merupakan faktor yang mempengaruhi minat belajar peserta didik yang berasal dari peserta didik sendiri.
• Kesehatan
Peserta didik yang sehat jasmani dan rohani akan terdorong untuk belajar dan sebaliknya. Kesehatan jasmani yang terganggu misalnya pilek dan deman, menjadikan peserta didik tidak cepat lelah dalam belajar dan tidak memiliki semangat untuk belajar. Begitu pula dengan kesehatan rohani, peserta didik yang memiliki rasa kecewa terhadap teman atau orang tua, menimbulkan rasa malas untuk belajar dan tidak adanya konsentrasi terhadap pelajaran tersebut.
• Bakat dan intelegensi
Bakat mempengaruhi belajar, jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakat, maka siswa akan berminat terhadap pelajaran tersebut, begitu juga intelegensi, orang yang memiliki intelegensi (IQ) tinggi, umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik, sebaliknya jika seseorang yang “IQ” nya rendah akan mengalami kesukaran dalam belajar.
• Perhatian
Untuk mencapai hasil belajar yang baik, siswa harus mempunyai perhatian terhadap materi yang dipelajarinya. Hal tersebut akan menimbulkan minat dalam diri peserta didik dan memiliki semangat dalam belajar sehingga mencapai prestasi yang bagus.
2. faktor eksternal
• keluarga
Keluarga memiliki peran yang besar dalam menciptakan minat belajar bagi anak. Seperti yang kita tahu, keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama bagi anak Cara orang tua dalam mengajar dapat mempengaruhi minat belajar anak. Orang tua harus selalu siap sedia saat anak membutuhkan bantuan terlebih terhadap materi pelajaran yang sulit ditangkap oleh anak. Dengan kata lain, oran tua harus terus mengetahui perkembangan belajar anak pada setiap hari.
• Sekolah
Pengetahuan dan pengalam yang diberikan melalui sekolah harus dilakukan dengan proses mengajar yang baik. Pendidik menyelenggarakan pendidikan dengan tetap memperhatikan kondisi anak didiknya. Dengan demikian, anak tercipta situasi yang menyenangkan dan tidak membosankan dalam proses pembelajaran. Minat belajar peserta didik, dapat tumbuh dalam lingkungan sekolah dengan baik, apabila guru memegang perannya sesuai ketentuan. Guru dapat menimbulkan minat belajar dengan memotivasi mereka, seperti memberikan hadiah pada anak yang mendapat nilai seratus. Guru juga harus pandai dalam memiliki pekerjaan rumah yang akan diberikan pada peserta didik. Pekerjaan rumah tersebut jangan sampai membuat peserta didik merasa bosan didepan soal-soal tersebut.
• Masyarakat
Kegiatan akademik, akan lebih baik apabila diimbangi dengan kegiatan di luar sekolah. Banyak kegiatan di dalam masyarakat yang dapat menumbuhkan minat belajar anak. Seperti kegiatan karang taruna. Anak dapat belajar berorganisasi di dalamnya. Tapi, orang tua perlu memperhatikan kegiatan anaknya di luar rumah dan sekolah. Sebab kegiatan yang berlebih akan menurunkan semangatnya dalam mengikuti pelajaran di sekolah.

F. Sikap Guru Di Depan Kelas
Sering terjadi suasana kelas sangat dipengaruhi oleh sikap guru yang ada di dalam kelas. Kelas menjadi gaduh, kalau guru ragu-ragu, dan kelas menjadi tenang, kalau guru berani bersikap tegas dan bijaksana, Seorang guru yang ada di depan kelas harus selalu menunjukkan sikap gembira dalam melayani para siswanya, harus pandai bersandiwara, mungkin guru dalam posisi susah, tapi janganlah menampakkan sifat itu di depan kelas. Dalam menyikapi para siswa di depan kelas. Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, guru harus
• Berani memandang tiap-tiap murid di matanya.
• Usakanlah murid-murid bekerja sendiri
• Jangan bersikap putus asa.
• Jangan mengejek murid-murid.
• Janganlah memberikan hukuman badan.
• Ciptakanlah suasana kelas yang baik
Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap mengandung tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek dan sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif dan negative. Sikap dari seorang guru adalah salah satu faktor yang menentukan bagi perkembangan jiwa anak didik selanjutnya. Karena sikap seroang guru tidak hanya dilihat dalam waktu mengajar saja, tetapi juga dilihat tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari oleh anak didiknya. Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah sebagai berikut.
1) guru bersikap wajar (tidak dibuat-buat)
2) guru tidak berlagak seperti gembala yang memelihara kambingnya
3) guru tidak menganggap murid sebagai musuhnya
4) guru tidak bergerak kaku atau meniru guru-guru yang lain yang sukses, tetapi bergeraklah sewajarnya apa adanya sesuai dengan kepribadian kita masing-masing.
5) guru boleh bergerak bebas, tidak merasa takut asal sopan.
6) guru jangan seperti patung, hanya diam diri dalam satu tempat. Kelas adalah kepunyaan guru dan murid-murid bersama,.berdirilah pada tempat dimana semua kelas dapat melihat dan mendengarkan suara guru.
7) pada waktu ujian atau tes guru jangan bersikap seperti polisi yang mengawasi maling atau seperti kucing mengintai tikus, bersikaplah santai tapi waspada.
8) guru harus bersikap respek terhadap apa yang sedang terjadi disekitarnya
9) antusias, baik terhadap kelasnya, tugasnya dan sesama yang berhubungan dengan hal mengajar
10) guru harus berbicara jelas, pasti dan dapat menghubungkan dirinya dengan murid-muridnya
11) tertarik kepada murid sebagai individu
12) memiliki pengetahuan dan sumber yang cukup
13) tidak bertindak sarkatis dan kasar.
14) Guru bersikap adil, tidak pilih kasih atau membedakan antara siswa yang satu dengan yang lainnya
15) harus menghindari kemalasan dan ketidaktetapan waktu datang kesekolah.
Adapun Sikap yang harus dihindari oleh seorang guru dalam nenyanpaikan materi pelajaran pada anak didiknya, menurut S.Nasution adalah:
1. Sikap otoriter
Sikap otoriter merupakan sikap yang selalu mengatur perbuatan anak, menggunakan paksaan dan hukuman, tidak mendidik anak menjadi manusia merdeka yang demokratis yang sanggup berdiri sendiri, sanggup memilih atas tanggung jawab sendiri. Hal ini menyebabkan anak akan bergantung pada orang lain, bila diberi kebebasan anak tidak dapat menggunakan dengan baik karena biasa diatur oleh orang lain.
2. Sikap permissive
Sikap permissive merupakan sikap lunak yang memberi kebebasan yang berlebihan kepada anak untuk berkembang sendiri. Hal ini sebenarnya tidak memberi bimbingan kepada anak dan dengan demikian sebenarnya tidak mendidik anak. Padahal sebenarnya pendidikan memerlukan pimpinan dan bimbingan dari pendidik. Sikap permissive ini merupakan kebalikan dari sikap otoriter.
3. Sikap riil
Sikap pendidik hendaknya jangan terlampau otoriter atau terlampau permissive akan tetapi bersikaplah realistis. Pendidikan memerlukan kebebasan akan tetapi juga pengendalian. Anak didik harus diberi kebebasan yang cukup tanpa diawasi ketat oleh guru. Sikap riil ini tidak terlalu otoriter dan tidak permissive

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ekonomi kerakyatan

EKONOMI KERAKYATAN DAN ETOS EKONOMI SEBAGAI BASIS KEKUATAN NASIONAL

A. Membangun sistem ekonomi kerakyatan
Sering kali kita mendengar dalam pembicaraan atau kita sendiri sering mengatakan “sebagai suatu sistem...” dalam membahas atau membicarakan suatu masalah. Apakah yang dimaksud dengan sistem ? sistem merupakan suatu konsep yang menunjukkan suatu himpunan dari berbagai komponen atau sebagai susunan yang teratur. Suatu sistem muncul karena adanya usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak akan ada batasnya dan sangat bervariasi, oleh karena itu dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya selalu akan menimbulkan berbagai sistem kegiatan dalam kehidupan manusia, misalnya kenutuhan manusia untuk berhubungan dengan orang lain akan menimbulkan sistem sosial, usaha untuk memenuhi kebutuhan primer hidupnya akan memunculkan sistem ekonomi, dan sebagainya. Sistem-sistem tersebut akan berjalan sesuai dengan irama kehidupan dan berlandaskan tata nilai yang dianut oleh masyarakat itu, apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh untuk dilakukan.
Suatu sistem mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai tujuan yang akan di capai.
b. Mempunyai batas yang memisahkan dari lingkungannya, misalnya kelas merupakan suatu sistem dimana didalamnya terdapat guru, siswa, sarana belajar, dan proses belajar mengajar, sedangkan diluar kelas disebut dengan lingkungan.
c. Bersifat terbuka dengan lingkungan
d. Dapat terdiri dari subsistem
e. Merupakan satu kesatuan yang bulat dari komponennya
f. Saling hubungan dan saling ketergantungan
g. Melakukan kegiatan transformasi atau mengubah input menjadi output
h. Ada mekanisme kontrol
i. Mempunyai kemampuan mengatur diri sendiri
Sistem ekonomi adalah sifat kehidupan ekonomi secara keseluruhan, yang diusulkan atau yang terdapat dalam kenyataan dengan khusus memperhatikan hak milik dan penggunaan dan tingkat pengaturan dan pengendalian pemerintah untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya atau untuk mencapai kemakmuran.
Dalam pengertian sistem ekonomi terdapat unsur satu kesatuan yang menyeluruh dan terorganisir dari potensi-potensi ekonomi yang ada serta nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bersama, dalam hal ini adalah mencapai kemakmuran. Jadi sistem perekonomian ditentukan dan dibangun oleh mata rantai kelembagaan ekonomi yang hubungan kerjanya dalam ruang lingkup suatu negara dalam rangka memecahkan masalah-masalah ekonomi yang bertujuan untuk mencapai cita-cita bangsa. Oleh karena itu sistem perekonomian tiap-tiap negara akan berbeda sesuai dengan pandangan hidup masyarakat negara masing-masing.
Sistem perekonomian di indonesia ada 2 yaitu sistem ekonomi demokrasi (orde baru) dan sistem ekonomi kerakyatan (reformasi)
1. Sistem ekonomi demokrasi
Sistem ekonomi demokrasi adalah sistem perekonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan, kegotong royongan dari, oleh, dan untuk rakyat dibawah pimpinan dan kepengawasan pemerintah.
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia banyak tokoh-tokoh negara pada saat itu yang telah merumuskan sistem perekonomian yang paling tepat bagi bangsa indonesia, baik secara individu maupun secara diskusi kelompok. Terlepas dari sejarah yang menceritakan keadaan sesungguhnya yang pernah terjadi di indonesia, maka menurut UUD 1945 sistem perekonomian tercermin pada pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34.
Sistem ekonomi demokrasi dipilih karena dianggap memiliki ciri-ciri positif yang diantaranya adalah:
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hayat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
c. Bumi dan air dan kekuasaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
d. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan pemufakatan lembaga perwakilan rakyat, dan pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga perwakilan rakyat.
e. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antar daerah dalam satu kesatuan perekonomian nasional dengan mendayagunakan potensi dan peran serta daerah secara optimal dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
f. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
g. Hak milik perseorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
h. Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
i. Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan pancasila harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut:
a. Sistem free fight liberalism
Sistem free fight liberalism adalah sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan dan dapat menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain.
b. Sistem etatisme
Sistem etatisme adalah negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan, mendesak, dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor negara.
c. Sistem monopoli
Sistem monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok yang merugikan masyarakat.

2. Sistem ekonomi kerakyatan
Sistem ekonomi kerakyatan berlaku di Indonesia sejak terjadinya Reformasi di Indonesia pada tahun 1998. Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakat memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Secara ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat local dalam mempertahan kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat local dalam mengelola lingkungan dan tanah
mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi sub sisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar lingkungan alamnya serta kerajinan tangan dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup
masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi sumber daya alam yang ada.
Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan. Penerapan teori pertumbuhan yang telah membawa kesuksesan di negara negara kawasan Eropa ternyata telah menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa yang berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang, kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Dari pengalaman ini, akhirnya dikembangkan berbagai alternatif terhadap konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan pertimbangan prioritas, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada manusia pelakunya.
Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dari pernyataan tersebut jelas sekali bahwa konsep, ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya untuk lebih mengedepankan masyarakat. Dengan kata lain konsep ekonomi kerakyatan dilakukan sebagai sebuah strategi untuk
membangun kesejahteraan dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Menurut Guru Besar, FE UGM ( alm ) Prof. Dr. Mubyarto, sistem Ekonomi kerakyatan adalah system ekonomi yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh – sungguhpada ekonomi rakyat Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan juga sebagai ekonomi jejaring ( network ) yang menghubung – hubungkan
sentra – sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya jejaring pasar domestik diantara sentara dan pelaku usaha masyarakat. Sebagai suatu jejaringan, ekonomi kerakyatan diusahakan untuk siap bersaing dalam era globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimiliki oleh lembaga “ lembaga bisnis internasional, Ekonomi kerakyatan dengan sistem kepemilikan koperasi dan publik. Ekomomi kerakyatan sebagai antitesa dari paradigma ekonomi konglomerasi berbasis produksi masal ala Taylorism. Dengan demikian Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harus mengadopsi teknologi tinggi sebagai faktor pemberi nilai tambah terbesar dari proses ekonomi itu sendiri. Faktor skala ekonomi dan efisien yang akan menjadi dasar kompetisi bebas menuntut keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakni berbagai sentra-sentra kemandirian ekonomi rakyat, skala besar kemandirian ekonomi rakyat, skala besar dengan pola pengelolaan yang menganut model siklus terpendek dalam bentuk yang sering disebut dengan pembeli.
Agar sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada tingkat wacana, sejumlah agenda konkret ekonomi kerakyatan harus segera diangkat kepermukaan. Secara garis besar ada lima agenda pokok ekonomi kerakyatan yang harus segera diperjuangkan. Kelima agenda tersebut merupakan inti dari poitik ekonomi kerakyatan dan menjadi titik masuk ( entry point) bagi terselenggarakannya system ekonomi kerakyatan dalam jangka panjang =
Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya; Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme ; persaingan yang berkeadilan ( fair competition) ; Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah.; Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap ; Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi dalam berbagai bidang usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi. Artinya, peningkatan kesejahteraan tak lagi bertumpu pada dominasi pemerintah pusat, modal asing dan perusahaan konglomerasi, melainkan pada kekuatan pemerintah daerah, persaingan yang berkeadilan, usaha pertanian rakyat sera peran koperasi sejati, yang diharapkan mampu berperan sebagai fondasi penguatan ekonomi rakyat. Strategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi rakyat merupakan strategi melaksanakan demokrasi ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dan dibawah pimpinan dan pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang. Maka kemiskinan tidak dapat ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus memberi manfaat pada mereka yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Inilah pembangunan generasi mendatang sekaligus memberikan jaminan sosial bagi mereka yang paling miskin dan tertinggal.
Adapun ciri-ciri dari sistem ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut:
a. Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
b. Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial dan kualitas hidup.
c. Mampu mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
d. Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
e. Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat indonesia.
B. Ekonomi Kerakyatan dan Sistem Ekonomi Pasar
Ekonomi rakyat tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Perlu dipahami bahwa dalam ruang ekonomi nasional pun terdapat sejumlah aktor ekonomi (konglomerat) dengan bentuk usaha yang kontras dengan apa yang diragakan oleh sebagian besar pelaku ekonomi rakyat. Memiliki modal yang besar, mempunyai akses pasar yang luas, menguasai usaha dari hulu ke hilir, menguasai teknologi produksi dan menejemen usaha modern. Kenapa mereka tidak digolongkan juga dalam ekonomi kerakyatan?. Karena jumlahnya hanya sedikit sehingga tidak merupakan representasi dari kondisi ekonomi rakyat yang sebenarnya. Atau dengan kata lain, usaha ekonomi yang diragakan bernilai ekstrim terhadap totalitas ekonomi nasional. Golongan yang kedua ini biasanya (walaupun tidak semua) lebih banyak tumbuh karena mampu membangun partner usaha yang baik dengan penguasa sehingga memperoleh berbagai bentuk kemudahan usaha dan insentif serta proteksi bisnis. Mereka lahir dan berkembang dalam suatu sistem ekonomi yang selama ini lebih menekankan pada peran negara yang dikukuhkan (salah satunya) melalui pengontrolan perusahan swasta dengan rezim insentif yang memihak serta membangun hubungan istimewa dengan pengusaha-pengusaha yang besar yang melahirkan praktik-praktik anti persaingan.
Lahirnya sejumlah pengusaha besar (konglomerat) yang bukan merupakan hasil derivasi dari kemampuan menejemen bisnis yang baik menyebabkan fondasi ekonomi nasional yang dibangun berstruktur rapuh terhadap persaingan pasar. Mereka tidak bisa diandalkan untuk menopang perekonomian nasional dalam sistem ekonomi pasar. Padahal ekonomi pasar diperlukan untuk menentukan harga yang tepat (price right) untuk menentukan posisi tawar-menawar yang imbang. Saya perlu menggaris bawahi bahwa yang patut mendapat kesalahan terhadap kegagalan pembangunan ekonomi nasional selama regim orde baru adalah implementasi kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang tidak tepat dalam sistem ekonomi pasar, bukan ekonomi pasar itu sendiri. Dalam pemahaman seperti ini, saya merasa kurang memiliki justifikasi empirik untuk mempertanyakan kembali sistem ekonomi pasar, lalu mencari suatu sistem dan paradigma baru di luar sistem ekonomi pasar untuk dirujuk dalam pembangunan ekonomi nasional. Bagi saya dunia “pasar” Adam Smith adalah suatu dunia yang indah dan adil untuk dibayangkan. Tapi sayangnya sangat sulit untuk diacu untuk mencapai keseimbangan dalam tatanan perekonomian nasional. Karena konsep “pasar” yang disodorkan oleh Adam Smit sesungguhnya tidak pernah ada dan tidak pernah akan ada. Namun demikian tidak harus diartikan bahwa konsep pasar Adam Smith yang relatif bersifat utopis ini harus diabaikan. Persepektif yang perlu dianut adalah bahwa keindahan, keadilan dan keseimbangan yang dibangun melalui mekanisme “pasar”nya Adam Smith adalah sesuatu yang harus diakui keberadaannya, minimal telah dibuktikan melalui suatu review teoritis. Yang perlu dilakukan adalah upaya untuk mendekati kondisi indah, adil, dan seimbang melalui berbagai regulasi pemerintah sebagai wujud intervensi yang berimbang dan kontekstual. Bukan sebaliknya membangun suatu format lain di luar “ekonomi pasar” untuk diacu dalam pembangunan ekonomi nasional, yang keberhasilannya masih mendapat tanda tanya besar atau minimal belum dapat dibuktikan melalui suatu kajian teoritis-empiris.
Pengalaman pembangunan ekonomi Indonesia yang dijalankan berdasarkan mekanisme pasar sering tidak berjalan dengan baik, khusunya sejak masa orde baru. Kegagalan pembangunan ekonomi yang diragakan berdasarkan mekanisme pasar ini antara lain karena kegagalan pasar itu sendiri, intervensi pemerintah yang tidak benar, tidak efektifnya pasar tersebut berjalan, dan adanya pengaruh eksternal. Kemudian sejak sidang istimewa (SI) 1998, dihasilkan suatu TAP MPR mengenai Demokrasi Ekonomi, yang antara lain berisikan tentang keberpihakan yang sangat kuat terhadap usaha kecil-menengah serta koperasi. Keputusan politik ini sebenarnya menandai suatu babak baru pembangunan ekonomi nasional dengan perspektif yang baru, di mana bangun ekonomi yang mendominasi regaan struktur ekonomi nasional mendapat tempat tersendiri. Komitmen pemerintah untuk mengurangi gap penguasaan aset ekonomi antara sebagian besar pelaku ekonomi di tingkat rakyat dan sebagian kecil pengusaha besar (konglomerat), perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya struktur ekonomi yang berimbang antar pelaku ekonomi dalam negeri, demi mengamankan pencapaian target pertumbuhan (growth) (Gillis et al., 1987). Bahwa kegagalan kebijakan pembangunan ekonomi nasional masa orde baru dengan keberpihakan yang berlebihan terhadap kelompok pengusaha besar perlu diubah. Sudah saatnya dan cukup adil jika pengusaha kecil –menengah dan bangun usaha koperasi mendapat kesempatan secara ekonomi untuk berkembang sekaligus mengejar ketertinggalan yang selama ini mewarnai buruknya tampilan struktur ekonomi nasional. Sekali lagi, komitmen politik pemerintah ini perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hal yang masih kurang jelas dalam TAP MPR dimaksud adalah apakah perspektif pembangunan nasional dengan keberpihakan kepada usaha kecil-menengah dan koperasi ini masih dijalankan melalui mekanisme pasar? Dalam arti apakah intervensi pemerintah dalam bentuk keberpihakan kepada usaha kecil-menengah dan koperasi ini adalah benar-benar merupakan affirmative action untuk memperbaiki distorsi pasar yang selama ini terjadi karena bentuk campur tangan pemerintah dalam pasar yang tidak benar? Ataukah pemerintah mulai ragu dengan bekerjanya mekanisme pasar itu sendiri sehingga berupaya untuk meninggalkannya dan mencoba merujuk pada suatu mekanisme sistem ekonomi yang baru ?. Nampaknya kita semua berada pada pilahan yang dilematis. Mau meninggalkan mekanisme pasar dalam sistem ekonomi nasional, kita masih ragu-ragu, karena pengalaman keberhasilan pembangunan ekonomi negara-negara maju saat ini selalu merujuk pada bekerjanya mekanisme pasar. Mau merujuk pada bekerja suatu mekanisme yang baru (apapun namanya), dalam prakteknya belum ada satu negarapun yang cukup berpengalaman serta yang paling penting menunjukkan keberhasilan nyata, bahkan kita sendiri belum berpengalaman (ibarat membeli kucing dalam karung). Bukti keragu-raguan ini tercermin dalam TAP MPR hasil sidang istimewa itu sendiri, dimana demokrasi ekonomi nasional tidak semata-mata dijalankan dengan keberpihakan habis-habisan pada usaha kecil-menengah dan koperasi, tapi perusahaan swasta besar dan BUMN tetap mendapat tempat bahkan mempunyai peran yang sangat strategis.
C. Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Perlu digarisbawahi bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisa hanya sekedar komitmen politik untuk merubah kecenderungan dalam sistem ekonomi orde baru yang amat membela kaum pengusaha besar khususnya para konglomerat. Perubahan itu hendaknya dilaksanakan dengan benar-benar memberi perhatian utama kepada rakyat kecil lewat program-program operasional yang nyata dan mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan. Tidak dapat disangkal bahwa membangun ekonomi kerakyatan membutuhkan adanya komitmen politik (political will), tetapi menyamakan ekonomi kerakyatan dengan praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil (saya tidak membuat penilaian terhadap sistem JPS), adalah sesuatu kekeliruan besar dalam perspektif ekonomi kerakyatan yang benar. Praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil sangat tidak menguntungkan pihak manapun, termasuk rakyat kecil sendiri (Bandingkan dengan pendapat Ignas Kleden, 2000). Pendekatan seperti ini jelas sangat berbeda dengan apa yang dimaksud dengan affirmative action. Aksi membagi-bagi uang secara tidak sadar menyebabkan usaha kecil-menengah dan koperasi yang selama ini tidak berdaya untuk bersaing dalam suatu mekanisme pasar, menjadi sangat tergantung pada aksi dimaksud. Sebenarnya yang harus ada pada tangan obyek affirmative action adalah kesempatan untuk berkembang dalam suatu mekanisme pasar yang sehat, bukan cash money/cash material. Jika pemahaman ini tidak dibangun sejak awal, maka saya khawatir cerita keberpihakan yang salah selama masa orde baru kembali akan terulang. Tidak terjadi proses pendewasaan (maturity) dalam ragaan bisnis usaha kecil-menengah dan koperasi yang menjadi target affirmative action policy. Bahkan sangat mungkin terjadi suatu proses yang bersifat counter-productive, karena asumsi awal yang dianut adalah usaha kecil-menengah dan koperasi yang merupakan ciri ekonomi kerakyatan Indonesia tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Modal dasar yang dimiliki inilah yang seharusnya ditumbuhkembangkan dalam suatu mekanisme pasar yang sehat. Bukan sebaliknya ditiadakan dengan menciptakan ketergantungan model baru pada kebijakan keberpihakan dimaksud.
Selanjutnya, pemerintah harus mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan seharusnya pemerintah mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative action policynya, untuk mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian ekonomi yang akurat tentang timing dan process di mana pemerintah harus mengurangi bentuk keberpihakannya pada usaha kecil-menengah dan koperasi dalam pembangunan ekonomi rakyat. Isu ini perlu mendapat perhatian tersendiri, karena sampai saat ini masih banyak pihak (di luar UKM dan Koperasi) yang memanfaatkan momen keberpihakan pemerintah ini sebagai free-rider. Justru kelompok ini yang enggan mendorong adanya proses phasing-out untuk mengkerasi mekanisme pasar yang sehat dalam rangka mendorong keberhasilan program ekonomi kerakyatan. Kita semua masih mengarahkan seluruh energi untuk mendukung program keberpihakan pemerintah pada UKM dan koperasi sesuai dengan tuntutan TAP MPR. Tapi kita lupa bahwa ada tahapan lainnya yang penting dalam program keberpihakan dimaksud, yaitu phasing-out process yang harus pula dipersiapkan sejak awal. Kalau tidak, maka sekali lagi kita akan mengulangi kegagalan yang sama seperti apa yang terjadi selama masa pemerintahan orde baru.
D. Pelaku Utama Sistem Ekonomi Kerakyatan Di Indonesia
Sistem ekonomi kerakyatan sendi utamanya adalah UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (1) adalah koperasi, dan bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (2) dan (3) adalah perusahaan negara. Adapun dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan seorang”. Hal itu berarti perusahaan swasta juga mempunyai andil di dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di Indonesia, yaitu perusahaan negara (pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem ekonomi akan berjalan dengan baik jika pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama dengan baik pula dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling mendukung di antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan.
a. Pemerintah (BUMN)
Peran pemerintah sebagai pelaku kegiatan ekonomi berarti pemerintah melakukan kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi.
1. Kegiatan produksi
Pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai pelaku ekonomi, mendirikan perusahaan negara atau sering dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2003, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat berbentuk Perjan (Perusahaan Jawatan), Perum (Perusahaan Umum), dan Persero (Perusahaan Perseroan). Pada sistem ekonomi kerakyatan, BUMN ikut berperan dalam menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, dan perdagangan serta konstruksi. BUMN didirikan pemerintah untuk mengelola cabang-cabang produksi dan sumber kekayaan alam yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Secara umum, peran BUMN dapat dilihat pada hal-hal berikut ini.
a) Mengelola cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
b) Sebagai pengelola bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara efektif dan efisien.
c) Sebagai alat bagi pemerintah untuk menunjang kebijaksanaan di bidang ekonomi.
d) Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sehingga dapat menyerap tenaga kerja.
2. Kegiatan konsumsi
Pemerintah juga berperan sebagai pelaku konsumsi. Pemerintah juga membutuhkan barang dan jasa untuk menjalankan tugasnya. Seperti halnya ketika menjalankan tugasnya dalam rangka melayani masyarakat, yaitu mengadakan pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit, atau jalan raya. Tentunya pemerintah akan membutuhkan bahan-bahan bangunan seperti semen, pasir, aspal, dan sebagainya. Semua barang-barang tersebut harus dikonsumsi pemerintah untuk menjalankan tugasnya. Contoh-contoh mengenai kegiatan konsumsi yang dilakukan pemerintah masih banyak, seperti membeli barang-barang untuk administrasi pemerintahan, menggaji pegawai-pegawai pemerintah, dan sebagainya.
3. Kegiatan Distribusi
Selain kegiatan konsumsi dan produksi, pemerintah juga melakukan kegiatan distribusi. Kegiatan distribusi yang dilakukan pemerintah dalam rangka menyalurkan barang-barang yang telah diproduksi oleh perusahaanperusahaan negara kepada masyarakat. Misalnya pemerintah menyalurkan sembilan bahan pokok kepada masyarakat-masyarakat miskin melalui BULOG. Penyaluran sembako kepada masyarakat dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh pemerintah harus lancar. Apabila kegiatan distribusi tidak lancar akan memengaruhi banyak faktor seperti terjadinya kelangkaan barang, harga barang-barang tinggi, dan pemerataan pembangunan kurang berhasil. Oleh karena itu, peran kegiatan distribusi sangat penting.

b. Swasta (BUMS)
BUMS adalah salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia. BUMS merupakan badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pihak swasta. Tujuan BUMS adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. BUMS didirikan dalam rangka ikut mengelola sumber daya alam Indonesia, namun dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah dan UUD 1945. BUMS dalam melakukan perannya mengandalkan kekuatan pemilikan modal. Perkembangan usaha BUMS terus didorong pemerintah dengan berbagai kebijaksanaan. Kebijaksanaan pemerintah ditempuh dengan beberapa pertimbangan berikut ini.
• Menumbuhkan daya kreasi dan partisipasi masyarakat dalam usaha mencapai kemakmuran sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
• Terbatasnya modal yang dimiliki pemerintah untuk menggali dan mengolah sumber daya alam Indonesia sehingga memerlukan kegairahan usaha swasta.
• Memberi kesempatan agar perusahaan-perusahaan swasta dapat memperluas kesempatan kerja.
• Mencukupi kebutuhan akan tenaga ahli dalam menggali dan mengolah sumber daya alam.
• Perusahaan-perusahaan swasta sekarang ini telah memasuki berbagai sektor kehidupan antara lain di bidang perkebunan, pertambangan, industri, tekstil, perakitan kendaraan, dan lain-lain. Perusahaan swasta terdiri atas dua bentuk yaitu perusahaan swasta nasional dan perusahaan asing. Contoh perusahaan swasta nasional antara lain PT Astra Internasional (mengelola industri mobil dan motor), PT Ghobel Dharma Nusantara (mengelola industri alat-alat elektronika), PT Indomobil (mengelola industri mobil), dan sebagainya. Adapun contoh perusahaan asing antara lain PT Freeport Indonesia Company (perusahaan Amerika Serikat yang mengelola pertambangan tembaga di Papua, Irian Jaya), PT Exxon Company (perusahaan Amerika Serikat yang mengelola pengeboran minyak bumi), PT Caltex Indonesia (perusahaan Belanda yang mengelola pertambangan minyak bumi di beberapa tempat di Indonesia), dan sebagainya.
• Perusahaan-perusahaan swasta tersebut sangat memberikan peran penting bagi perekonomian di Indonesia. Peran yang diberikan BUMS dalam perekonomian Indonesia seperti berikut ini.
a) Membantu meningkatkan produksi nasional.
b) Menciptakan kesempatan dan lapangan kerja baru.
c) Membantu pemerintah dalam usaha pemerataan pendapatan.
d) Membantu pemerintah mengurangi pengangguran.
e) Menambah sumber devisa bagi pemerintah.
f) Meningkatkan sumber pendapatan negara melalui pajak.
g) Membantu pemerintah memakmurkan bangsa.

c. Koperasi
Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 pasal 4 menyatakan bahwa fungsi dan peran koperasi seperti berikut ini.
a. Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka.
b. Turut serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.





E. Penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
Jika strategi pembangunan diartikan sebagai suatu pendekatan yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan utama dari pembangunan yakni tercapainya “kesejahteraan masyarakat secara merata”, maka hal itu harus dikaitkan dengan aspek-aspek bagaimana pemerintah harus bertanggung jawab untuk menjamin agar dapat memenuhi hak-hak dasar warga negaranya, seperti hak kesejahteraan ekonomi (economic rights); hak-hak kesejahteraan sosial-budayanya (social and culture rights), serta hak kesejahteraan sipil dan politiknya (civil and political rights). Yang jelas, dengan penerapan strategi pembangunan ala neoliberal selama ini, pemerintah Indonesia telah banyak mengenyampingkan berbagai tanggung jawabnya untuk memenuhi berbagai hak-hak masyarakatnya baik dalam ukuran kuantitatif maupun kualitatif. Sebagai akibatnya— seperti telah dijelaskan secara sederhana— beberapa tatanan aspek kehidupan bangsa dan negara akhirnya ambruk oleh krisis yang sifatnya kini sudah multidimensi.
Khusus dalam kaitannya dengan tanggung jawab pemerintah untuk menjamin dapat terpenuhinya hak-hak dasar warga negaranya dibidang kesejahteraan ekonomi (economic rights) maka pemerintah harus mampu membuat atau menemukan format sistem perekonomian nasional yang lebih sesuai dengan kondisi riel Indonesia, dengan berupaya secara optimal untuk menciptakan peluang agar pola pengambilan keputusan dari pelaku ekonomi berlangsung secara mandiri atau desentralistik, karena dalam kenyataannya, pelaku-pelaku maupun wilayah ekonomi negara bersifat tidak homogen dalam kaitannya dengan SDM, SDA ataupun kelembagaan-kelembagaan ekonomi yang ada. Dalam hal ini berarti bahwa strategi pembangunan yang disusun harus lebih berpihak kepada kepentingan kegiatan ekonomi rakyat kebanyakan, berdasarkan azas moral ekonomi kekeluargaan atau demokrasi ekonomi, dengan tidak lupa memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup.
Konsep ekonomi yang sejalan dengan itu berkenaan dengan sistem ekonomi kerakyatan (people’s economy). Hingga kini definisi tentang ekonomi kerakyatan masih sulit disepakati. Namun demikian, berdasarkan berbagai sumber bacaan ilmiah maka secara harfiah saya dengan segala keterbatasan berusaha menyimpulkan bahwa ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Secara normatif, moral filosofis sistem ekonomi kerakyatan sebenarnya sudah tercantum dalam UUD ‘45, khususnya pasal 33, yang jika disederhakanakan bermakna bahwa perekonomian bangsa disusun berdasarkan demokrasi ekonomi dimana kemakmuran rakyat banyaklah yang lebih diutamakan dibandingkan kemakmuran orang perorangan. Kemudian, karena bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah pokok-pokok atau sumber-sumber kemakmuran rakyat, maka hal tersebut berarti harus dikuasai dan diatur oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebenarnya dalam dua GBHN sebelumnya telah memperjelas rumusan-rumusan normatif tersebut dengan menambahkan beberapa prinsip-prinsip pokok yang penting sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi bangsa, diantaranya menekankan perlunya diterapkan asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara berbagai kepentingan yang berbeda demi mengatasi masalah-masalah yang ada, seperti persoalan ketimpangan, kemiskinan, monopoli usaha maupun ketertinggalan pembangunan masyarakat pedesaan (swadaya masyarakat).
Namun dalam prakteknya harus diakui bahwa tujuan-tujuan normatif tersebut tampaknya belum sungguh-sungguh diupayakan untuk direalisasikan. Seperti tercermin diantaranya dengan belum direalisasikannya UU anti monopoli dan UU persaingan yang sehat secara konsekwen, kurangnya usaha untuk mempromosikan secara besar-besaran produk ekonomi rakyat, kemudian lemahnya pengembangan SDM dan pengembangan teknologi sektor UKM, serta kurangnya dukungan untuk mempermudah akses sektor-sektor ekonomi rakyat kepada sumber-sumber permodalan.
Hal ini berarti bahwa sikap pemerintah masih kurang kondunsif bagi pembangunan sektor-sektor ekonomi rakyat tersebut. Artinya, kepada sektor UKM umumnya, selama ini pemerintah bersikap: dibesarkan tidak, dimatikan pun tidak boleh. Tidak boleh mati sebab keberadaannya dapat digunakan sebagai perisai untuk menutupi borok-borok pembangunan yang tidak berkeadilan. Sedangkan dibesarkan pun tidak, karena kalau UKM besar, segelintir orang tidak ketiban rezeki dari praktek korupsi dan kolusi. Secara khusus, misalnya terhadap sektor UKM pertanian, pemikiran apriorilah yang selalu dikedepankan untuk menyudutkan peranan dan manfaat sektor usaha rakyat pada umumnya. Pertama dengan selalu menganggap bahwa sumbangan sektor tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi relatif sangat kecil dari waktu ke waktu, kemudian nilai tukarnya terhadap hasil industri sangat rendah, atupun dengan alasan sangat tingginya komponen impor (pupuk, obat-obatan ataupun alat-alat pertanian) dalam produk pertanian atau berbagai alasan lainnya. Sehingga pemerintah menyimpulkan bahwa jangan terlalu mengharap banyak dari sektor UKM pertanian!
Tapi apa yang terjadi, sektor ekonomi konglomerat yang dicirikan oleh peranan gurita bisnis besar dengan motor utamanya sektor industri (manufaktur), yang didewa-dewakan sebagai pilar kebanggaan ekonomi bangsa ternyata terhempas seketika oleh badai ekonomi dan kini bahkan telah cendrung menjadi virus yang mewabah dan mematikan sendi-sendi perekonomian bangsa lainnya.
Sedangkan sektor usaha ekonomi rakyat (UKM) yang disepelekan selama ini justru dapat bertahan dari berbagai terpaan badai krisis. Dengan kenyataan ini maka oleh banyak pengamat telah berkeyakinan bahwa dengan pemberdayaan (empowerment) sektor ekonomi rakyat ini maka perekonomian nasional dapat digiring ke luar dari krisis dan bahkan dapat menjadi pilar strategi pembangunan yang tepat dimasa datang.
Kebijaksanaan serupa ini jelas berdasarkan asas atau prinsip yang mendahulukan “keadilan baru kemakmuran, equity with growth approach” jadi bukan “kemakmuran baru keadilan, trickling-down effect approach”. Pada prinsipnya, mendahulukan target keadilan mungkin akan menghasilkan kemakmuran tapi dengan mendahulukan target kemakmuran belum tentu menghasilkan keadilan.
Jika dapat disepakati bahwa kegiatan pertanian adalah bidang yang paling banyak digeluti masyarakat dan khususnya merupakan bidang yang mendominasi usaha ekonomi rakyat, UKM, berarti pembangunan pertanian hendaknya dapat menjadi basis utama kebijaksanaan pembangunan perekonomian bangsa, kini maupun dimasa datang. Pembangunan pertanian ini jelas akan mempunyai banyak manfaat karena mempunyai efek backward maupun forward linkage.
F. Etos Ekonomi
Etos kerja merupakan sebuah hakiki dari sebuah organisasi atau lembaga, dan etos kerja akan menjadi kunci di dalam keberhasilan jalan suatu organisasi atau lembaga, etos kerja akan menjadi acuan oleh pelaksana organisasi di semua lini mulai dari pimpinan, staff sampai kepala pelaksana unit. Dalam kamus Webster, etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi sekelompok orang atau sebuah institusi (guiding beliefs of a group or institution). Jadi etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin kerja yang diyakini oleh sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka. Pandangan cerdas E.F. Schumacher dalam bukunya Small Is Beautiful lebih mempertajam peranan etos kerja ini. Schumacher berkata bahwa pembangunan tidak dimulai dengan barang, tetapi dimulai dari manusia: pendidikannya, organisasinya dan disiplinnya. Tanpa ketiga komponen ini, semua sumberdaya tetap terpendam tak dapat dimanfaatkan. Schumacher menegaskan sumberdaya material atau uang bersifat sekunder. Yang primer ialah sumberdaya manusia.
Namun, meskipun etos kerja merupakan komponen paling primer, ternyata ia tidak selalu membawa sukses signifikan apabila pengetahuan dan ketrampilan organisasional tidak berkembang proporsional. Hal ini dikemukan Mohammad Sobary dalam bukunya kesalehan dan tingkah laku ekonomi (1996). Sobary menyimpulkan bahwa etos kerja yang baik tanpa diimbangi dengan pengetahuan ekonomi (misalnya apa produk yang disukai pasar, apa hambatan usaha yang ada, siapa pesaing-pesaing yang ada) dan keterampilan organo-manajerial (misalnya bagaimana membentuk lembaga-lembaga ekonomi, memobilisasi modal, menjalankan perusahaan secara efisien) yang memadai maka sukses komersial yang mungkin dicapai akan sangat terbatas. Secara khusus, berangkat dari ketiga tesis pendahulunya, Jansen Sinamo menyimpulkan bahwa etos kerja adalah basis keberhasilan di tiga tingkat: personal, organisasional dan sosial. Dalam bukunya, Sinamo membuktikan bahwa pengembangan etos kerja profesional di perusahaan akan memperkuat karakter sang manusia pekerja, mempertinggi kompetensi profesional mereka, dan menghasilkan kinerja-kinerja unggul sebagai buahnya. Dalam bahasa ringkas Jansen Sinamo memproklamirkan bahwa kekuatan sebuah organisasi termasuk suatu bangsa ditentukan oleh etos kerja warganya.
Organisasi demikian ditandai dengan kukuhnya sejumlah infrastruktur organisasi unggul, yakni: visi bisnis yang jauh membentang, misi organisasi yang kuat mengikat, strategi usaha yang padu serasi, nilai-nilai dasar yang koheren holistik, falsasah usaha yang ideal harmonis, perilaku kerja yang konsisten positif, berwatak ramah budaya dan serasi lingkungan serta orientasi kerja pada keunggulan insani berdasarkan the spirit of success yang kemudian tampil sebagai sehimpunan etos kerja profesional. Sebagai pusat pembentukan dan pengembangan etos kerja profesional Jansen Sinamo Work Ethos Training Center adalah perintis pertama dan pionir dalam studi dan pengembangan etos kerja di Indonesia. Dalam konsep yang dikembangkan oleh Jansen Sinamo digagas pentingnya delapan paradigma kerja profesional, yaitu: kerja adalah rahmat, kerja adalah amanah, kerja adalah panggilan, kerja adalah aktualisasi, kerja adalah ibadah, kerja adalah seni, kerja adalah kehormatan, dan kerja adalah pelayanan. Di tingkat perilaku kerja kedelapan paradigma ini akan membuahkan delapan perilaku kerja utama yang sanggup menjadi basis keberhasilan baik di tingkat pribadi, organisasional maupun sosial, yaitu: bekerja tulus, bekerja tuntas, bekerja benar, bekerja keras, bekerja serius, bekerja kreatif, bekerja unggul, dan bekerja sempurna.
Manusia dengan segala petensi yang dimilikinya, merupakan subjek dari maju mundurnya sebuah peradaban. Di samping manusia menjadi subjek, ia bahkan menjadi pemilik sah dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang. Sebagai homo economicus, manusia berusaha memenuhi kebutuhan ekonomi, entah makanan atau harta untuk dirinya sendiri, keturunannya atau untuk orang lain. Dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dan membangun peradaban itu, manusia Indonesia dinilai memiliki daya saing Indonesia yang lemah dibanding negara-negara lain. Berdasarkan acuan sembilan pilar yakni:
1) institusi publik baik dari pemerintah maupun swasta
2) infrastruktur,
3) ekonomi makro
4) kondisi pendidikan dan kesehatan.
5) pendidikan tinggi
6) efisiensi pasar
7) penguasaan teknologi
8)jaringan bisnis
9) inovasi
Ketika Republik Indonesia berdiri, salah satu komitmen para bapak bangsa ini adalah bagaimana menggerakkan roda ekonomi rakyat. Indonesia Merdeka seluruhnya itu benar-benar terwujud jika ekonomi rakyat kuat. Itu dapat kita lihat dari tulisan dan pemikiran-pemikiran Bung Hatta yang meletakkan ekonomi kerakyatan sebagai fondasi ekonomi Indonesia. Cita-cita menjadi bangsa merdeka melahirkan kesadaran untuk menjadi bangsa yang mandiri dan berjuang atas kesanggupan sendiri.
Diintroduksinya konsep pembangunan (1969) yang meletakkan akumulasi kapital sebagai determinan penting menyebabkan terputusnya diskursus ekonomi kerakyatan. Pemerintah orde baru kemudian mengeluarkan regulasi-regulasi yang menguntungkan terhadap industrialisasi dan konglomerasi. Hutang luar negeri menjadi keniscayaan untuk mendorong roda perekonomian, akibat masih rendahnya tabungan domestik. Pengelolaan negara semakin jauh dari semangat keswadayaan dan kesanggupan berdiri di atas kaki sendiri.
Industrialisasi dan modernisasi selain menciptakan berbagai kemajuan, juga telah melahirkan proses marginalisasi. Buruh, petani dan nelayan menjadi profesi yang semakin terpinggirkan karena meskipun secara jumlah mereka mayoritas, dalam penciptaan nilai tambah sangat kecil jika dibandingkan sektor industri. Para ekonom meyakini terjadinya transformasi struktural, yakni ketika kontribusi sektor tradisional (agraris) semakin kecil dan digantikan oleh kontribusi sektor industri yang dari waktu ke waktu semakin besar. Kenyataannya transformasi itu bersifat semu. Menurunnya peran sektor agraris, disebabkan karena orang desa tidak memiliki alternatif lain untuk bertahan hidup kecuali menjual lahan sempit mereka dan menjadi buruh di kota. Kelas buruh pun kondisinya tidak menguntungkan. Istilah cheap labour dan unskilled labour menyebabkan posisi mereka hanya dianggap sebagai sekrup dalam roda industrialisasi.
Menyeruaknya kelompok masyarakat rentan yang termarginalisasi akibat kebijakan pembangunan yang tidak berpihak pada mereka, menjadi lahan subur tumbuhnya berbagai gerakan sosial dan LSM dengan beragam corak dan agenda. Dominasi negara orde baru yang begitu kuat menyebabkan sebagian organisasi-organisasi non-pemerintah/ ORNOP (LSM maupun berbagai gerakan sosial berbasis komunitas) menganggap penting untuk mengambil jarak dan menolak berkolaborasi dengan agenda pemerintah / negara. Keberadaan gerakan-gerakan ini dianggap sebagai counter hegemoni terhadap posisi negara yang begitu kuat dan merasuki setiap lini kehidupan masyarakat.
Sementara untuk sebagian gerakan lain, persoalan ketidakadilan struktural tidak cukup hanya dengan melakukan tekanan-tekanan terhadap kekuasaan atau dengan menganggap negara sebagai musuh karena menjadi alat yang eksploitatif. Permasalahan struktural harus dijawab dengan pengorganisiran rakyat secara nyata, mendidik mereka dan memperkuat modal sosial mereka melalui kegiatan usaha bersama agar unit-unit ekonomi rakyat dapat tumbuh. Oleh karena itu membangun keswadayaan dan mata pencaharian rakyat yang berkelanjutan menjadi fokus yang penting.
Pada era reformasi dan demokratisasi, posisi KAMMI yang tidak lagi sekedar menjadi gerakan mahasiswa belaka, namun lebih signifikan lagi, sebagai organisasi masyarakat, menjadi semakin penting untuk membangun kembali modal sosial masyarakat yang hancur akibat krisis multidimensi. Di sisi lain menciutnya peran pemerintah di sektor pelayanan publik berdampak pada turunnya kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Di era keterbukaan dan demokratisasi ini, agaknya kurang tepat untuk mengkotak-kotakkan paradigma gerakan, apakah kesejahteraan atau advokasi. Berbagai inisiatif lokal yang tumbuh membuktikan bahwa kerja-kerja akar rumput mesti memadukan perspektif advokasi dan membangun mata pencaharian masyarakat. Inovasi dan solusi yang unik merupakan gerakan ruh, ketika kemiskinan dan ketidakberdayaan mendera kehidupan masyarakat.
Terminologi kewirausahaan sosial yang kian marak, sebenarnya bukan hal yang baru sama sekali. Tetapi menjadi menarik untuk mendiskusikannya karena sejarah bangsa ini yang berabad-abad didera struktur dan sistem sosial feodal, tidak memiliki watak kewirausahaan yang kuat. Di beberapa tempat, seperti di Jawa masih ada pandangan, orang berdagang atau buka usaha dianggap sebagai pekerjaan rendah. Tetapi ironisnya perilaku rent seeking (memburu rente) kian merajalela. Bagaimana dengan mudah menjadi kaya dengan cara menghisap (memalak) jerih payah orang lain, perilaku yang terus direproduksi dari kalangan atas hingga bawah. Oleh karena itu pekerjaan sebagai produsen kian tidak diminati, inovasi tidak dihargai. Patut kita akui kewirausahaan bangsa kita kian merosot. Kian sulit untuk menyebut produk-produk yang dihasilkan bangsa sendiri. Kita hanya menjadi broker dan konsumen barang-barang produsen dari luar. Tahu dan tempe makanan sehari-hari rakyat jelata, demikian juga kecap. Ironisnya kedelainya diimpor dari Amerika Serikat. Apalagi jika berbicara barang-barang konsumen lainnya seperti sabun, pasta gigi, dll. Kesemuanya dihasilkan oleh perusahaan multinasional (MNC).
Kewirausahaan sosial menjadi menarik kita diskusikan, ketika kita dihadapkan pada angka kemiskinan yang melonjak drastis, menjadi 39,05 juta jiwa atau 17,5% jumlah penduduk (versi BPS dengan biaya hidup Rp 152.847 per orang/bulan). Sementara itu versi Bank Dunia (dengan ukuran US$2 per orang/hari) menyebut angka kemiskinan di Indonesia mencapai 110 juta jiwa atau 53% penduduk. Di sisi lain, tidak adanya daya tarik investasi, industri di Indonesia tengah memasuki usia senja (sunset industry). Kesempatan kerja kian menyempit dan melonjaknya pengangguran terbuka sebesar 11,89 juta jiwa (10,80% dari jumlah angkatan kerja).
Untuk menjawabnya dibutuhkan banyak terobosan, dibutuhkan upaya-upaya untuk memadukan berbagai inisiatif. Oleh karena itu persoalan kita bukan bagaimana menyusun definisi ataupun kategori kewirausahaan sosial, namun lebih pada bagaimana menemukan spirit daripadanya. Bagaimana agar kinerja wirausaha itu semakin memiliki dampak sosial yang besar. Karena baik Muh. Yunus maupun tokoh-tokoh wirausaha sosial tak akan mengingkari, bahwa kesuksesan mereka lahir dari pergumulan yang demikian intens dengan kemiskinan.
Rasanya kita diingatkan kembali oleh kata-kata Bung Hatta, bahwa hakekat ekonomi rakyat adalah pentingnya mendidik semangat cinta kepada rakyat atas dasar usaha bersama. Dengan demikian kerja-kerja keras yang dilakukan oleh rakyat adalah manifestasi kemartabatannya sebagai manusia. Wallahu’alam bishshawab.
“Orang-orang yang tangguh adalah mereka yang menjadi besar karena terpaan ujian, terpaan ujian yang datang tiada henti. Tetap berjuang dengan berbagai keterbatasan, kuat dalam kesendirian, tegar di tengah kekecewaan, beramal optimal dalam ketidakterkenalan.” Never Give Up!!!
Strategi pembangunan seharusnya dilihat sebagai proses multidimensi yang mencakup bukan hanya aspek pembangunan ekonomi, tapi juga mencakup diantaranya aspek perubahan dalam strukur sosial, politik, perilaku maupun struktur kelembagaan kemasyarakatan. Menurut beberapa pengamat, krisis yang melibas berbagai tatanan kehidupan bangsa Indonesia selama ini salah satu sebab utamanya karena kekeliruan pemerintah dalam menerapkan strategi pembangunan, yang terlalu menitikberatkan pada pembangunan ekonomi dengan target pertumbuhannya yang tinggi sebagai (panglima pembangunan).
Menyadari kenyataan pahit yang terjadi, segenap upaya telah dilakukan baik oleh pemerintahan reformasi maupun beberapa kelompok masyarakat yang merasa bertanggung jawab untuk keselamatan dan kejayaan bangsa. Dalam perspektif tersebut, tulisan ini dibuat untuk memberikan beberapa pokok pikiran alternatif tentang paradigma pembangunan yang sesuai dengan kondisi riel bangsa Indonesia, dan mungkin dapat atau harus dilaksanakan. Salah satu paradigma pembangunan yang dimaksud mengacu pada pendekatan teoritik normatif yang dikenal sebagai pendekatan paradigma pembangunan mandiri, yang selanjutnya seringkali dijabarkan dalam makna yang lebih luas sebagai “Paradigma Pembangunan Kemandirian Lokal”.
Khusus dalam perspektif ekonomi, paradigma pembangunan serupa ini akan dapat terealisasi hanya jika pemerintah mampu menerapkan dan memberdayakan sistem ekonomi kerakyatan, yakni sistem ekonomi dimana pelaku ekonominya mengambil keputusan-keputusan ekonomi berdasarkan pola pengambilan keputusan yang desentralistik dan mandiri sesuai kondisi SDA, SDM dan kelembagaannya. Dengan terealisasikannya kebijaksanaan serupa itu dapat diartikan bahwa pemerintah langsung atau tidak langsung telah melaksanakan tanggung jawab atau kewajibannya dalam menjamin terpenuhinya hak-hak kesejahteraan ekonomi masyarakatnya.
Reorientasi Paradigma Pembangunan Nasional Menuju Paradigma Pembangunan Kemandirian Lokal
Selama kurang lebih 32 tahun, pemerintahan ORBA telah menerapkan strategi pembangunan berasas politik pembangunan neoliberal “ortodox capitalism”. Ciri utamanya adalah sentralisasi kebijaksanaan pengelolaan ekonomi dan keuangan negara serta target stabilisasi politik yang bersifat repressif oleh pemerintah pusat. Strategi pembangunan serupa ini terutama dimaksudkan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan harapan selanjutnya akan tercipta peluang kerja yang luas dan merata akibat adanya mekanisme trickle-down effect. Bagi pemerintah ORBA, rupanya hal ini menjadi prioritas kebijaksanaan karena dianggap bahwa dengan pencapaian target tersebut merupakan indikator yang baik bagi prestasi kebijaksanaan pembangunan pemerintah yang diterapkan.
Meskipun tidak dapat disangkal bahwa strategi pembangunan serupa itu telah memberikan hasil, diantaranya telah tercipta transformasi struktural dalam beberapa aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti ditunjukkan oleh angka-angka pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang cukup menakjubkan, penurunan angka jumlah orang miskin dan lain sebagainya, namun hasil tersebut hanya bersifat semu. Karena hasil yang diperoleh bukan diciptakan dan dinikmati oleh kegiatan ekonomi yang sesuai dengan sumber daya masyarakat Indonesia (SDA, SDM dan kelembagaannya), tetapi hanya diciptakan dan dinikmati oleh kegiatan ekonomi sekelompok masyarakat tertentu yang disebut “konglomerat”.
Keadaan tersebut jelas tidak memungkinkan terciptanya penguatan fundamen yang kuat dan mengakar pada berbagai aspek kehidupan berbangsa. Akibatnya, seperti terlihat saat perekonomian tersentuh oleh angin krisis moneter saja, capaian-capaian yang dibanggakan sudah kurang bermakna lagi bahkan cenderung memporak-porandakan berbagai tatanan kehidupan bangsa dan negara.
Menyadari kenyataan tersebut maka pemerintahan reformasi begitu bersemangat untuk berupaya menyesuaikan dan menyusun format paradigma pembangunan yang sesuai dan terpercaya guna dapat memulihkan kondisi kehidupan bangsa dewasa ini yang sekaligus dimaksudkan dapat menjadi pedoman (blue print) kebijaksanaan pembangunan menyongsong Indonesia baru di masa datang. Berbagai pemikiran para ahli telah dikemukakan dan disampaikan. Satu diantaranya sedang kita upayakan mengkajinya dalam forum sederhana kajian KAMMI yang insya Allah menjadi rahim yang akan melahirkan gagasan-gagasan revolusioner bagi bangsa ini. Dengan berbasis pada premis bahwa “kesejahteraan masyarakat hanya dapat dicapai dan ditingkatkan serta diselenggarakan secara berkesinambungan oleh masyarakat itu sendiri dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya, termasuk kelembagaan yang dimilikinya”.
Jelas tersirat bahwa menurut konsep paradigma pembangunan tersebut, aspek kemanusian diutamakan dalam proses pembangunan. Dalam hal ini manusia diperlakukan sekaligus sebagai subyek dan obyek pembangunan. Dengan prinsip tersebut berarti mereka dapat dan harus berpartisipasi secara aktif untuk meningkatkan produktifitasnya dalam proses pembangunan mulai sejak tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pada tahap pengawasannya. Dan jika hal tersebut terealisir berarti pemenuhan hak-hak kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat dengan sendirinya dapat tercapai, misalnya hak dalam aspek kesejahteraan ekonomi mereka (economic rights).
Jika mengacu pada teori manajemen publik dari Osborne & Gaebler (1993), tentang pemikiran pemberdayaan rakyat banyak (masyarakat), tampaknya konsep Paradigma Pembangunan Kemandirian Lokal berjalan sinergis. Teori tersebut menekankan pentingnya proyek-proyek pembangunan yang dibangun di atas tiga prinsip: “community oriented”, yaitu prinsip pembangunan yang berorientasi pemenuhan kebutuhan nyata masyarakat setempat ; kemudian “community based“, yaitu prinsip pembangunan yang didasarkan pada keadaan sumber daya masyarakat bersangkutan; serta “community managed”, yaitu prinsip pengelolaan pembangunan oleh masyarakat bersangkutan.
Selain itu, Peradigma Pembangunan Kemandirian Lokal juga sejalan dengan konsep pembangunan UNDP (1998) yang menekankan pada pendekatan pembangunan manusia (human development approach) dengan empat pilar pembangunannya: pemberdayaan (empower); keadilan (equity) ; produktivitas (productivty) dan kesinambungan (sustainable). Aspek pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk mendinamisir kelompok masyarakat yang mempunyai kapasitas produktif tapi kurang kesempatan untuk akses pada lingkungan hidup dan usaha yang bersifat modern dengan tanpa harus menjadi korban transpalasi nilai dan kelembagaan asing.
Kemudian, aspek pemerataan mengandung makna tersedianya kesempatan yang merata, berimbang dan adil dalam pemanfaatan sumber daya mereka guna peningkatan taraf hidupnya. Sedangkan, aspek produktivitas diartikan sebagai upaya peningkatan peretumbuhan perekonomian yang harus ramah terhadap tenaga kerja (employment friendly growth). Akhirnya tentang aspek kesinambungan, mengandung makna pentingnya kegiatan pembangunan diarahkan pada penciptaan kondisi kegiatan yang berkembang sesuai dengan nilai-nilai lokal dan kaidah-kaidah pembangunan yang berwawasan lingkungan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan demi kesejahteraan generasi mendatang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS